Pejuang
– Pejuang Nusantara Melawan Perbudakan.
Makam para wali Allah yang pada umumnya penganut tasawuf
itu sekarang bagaikan sebuah lingkaran yang diyakini
luar
biasa kuat, yang memberikan inspirasi bagi perjuangan melawan perbudakan serta
membebaskan diri dari penindasan kolonialisme. Tidak mengherankan karena dalam
menyebarkan agama Islam, para tawanan politik dan budak yang memiliki kharisma
besar itu memang mengajarkan persamaan kedudukan di mata Sang Maha Pencipta,
sehingga tidak layak manusia membedakan-bedakan kedudukannya berdasarkan bentuk
dan rupa lahiriah serta harta benda yang dimiliki. Yang membedakan manusia satu dengan yang
hanyalah ketaatan, niat dan amal perbuatannya saja. Oleh sebab itu wajar apabila
peranan umat Islam menjadi salah satu akar sejarah perkembangan Afrika Selatan.
Pengiriman dan
kedatangan para tawanan politik dan para budak dari Nusantara, tak lepas dari
peranan Administrator Belanda Jan van Riebeeck.Pegawai VOC semenjak tahun 1639
dengan karir awal antara lain sebagai pembantu ahli bedah di Batavia sampai
kemudian menjadi Ketua Pos Perdagangan VOC di Tonkin, Vietnam. Pada tahun 1651,
Jan van Riebeeck diminta mengambil alih rintisan permukiman Belanda di Tanjung
Harapan.
Dengan armada berkekuatan tiga kapal yaitu Drommedaris, Reijger dan Goede Hoop, ia tiba di Cape 6 April
1652. Para sejarawan Afrika Selatan menduga, bersama mereka ikut beberapa
pelayan penduduk Nusantara yang beragama Islam, yang kemudian menjadi
orang-orang muslim pertama yang menjejakkan kakinya di Tanjung Harapan.
Tugas utama Jan van Riebeeck adalah menyediakan
prasarana dan sarana persinggahan bagi armada-armada Belanda yang berlayar
menyerbu Asia atau sebaliknya sewaktu kembali ke Eropa, menyediakan logistik
dengan menanam pohon buah-buahan dan sayuran serta mendapatkan hewan ternak
dari penduduk asli suku Khoi.
Selanjutnya ia membangun pemukiman Belanda dengan
perencanaan yang matang, lengkap dengan benteng pertahanan, perkebunan dan
peternakan. Tetapi ia menghadapi banyak
kesulitan, karena tidak bisa menggunakan tenaga-tenaga kerja lokal yang
dinilainya sangat malas dan ketrampilannya tidak sesuai dengan apa yang
dibutuhkan. Karena itu ia minta dikirim budak-budak dari Asia termasuk
Indonesia.
Budak-budak dan para tawanan dari Nusantara itu tiba
dengan belenggu besi di leher, kaki dan pergelangan tangan. Namun yang tidak
disangka, pikiran-hati dan jiwa mereka tak dapat dibelenggu tetapi tetap bebas
lepas melawan penindasan para penjajah
yang membelenggu fisiknya. Para budak itu adalah rakyat jelata yang tidak
berpengalaman dalam peperangan, namun mereka membawa serta pondasi ideologi
kebebasan dan kemerdekaan yang terkandung dalam semangat keislaman. Pondasi ini
tumbuh kuat begitu memperoleh sentuhan
dari para ulama dan bangsawan yang juga dibuang sebagai tawanan politik, dan
entah bagaimana ternyata ada pula beberapa ulama kharismatik yang tersamar yang
berada diantara ribuan budak.
Islam tumbuh dengan pesat dari peternakan dan
perkebunan-perkebunan menyebar ke Wilayah Barat Tanjung Harapan dan ke sekitar
wilayah teluk yang dinamakan Teluk Meja, sama dengan nama gunung yang menjadi
dinding kota Tanjung Harapan, yaitu Gunung Meja
Meskipun tuan-tuan dari para budak menjanjikan kebebasan bila para budak
memeluk Kristen, serta mengancam akan memberikan hukuman berat bagi yang
mengamalkan ajaran Islam di ranah umum,
iming-iming dan ancaman tersebut tidak menuai hasil.
Jika di wilayah Teluk Meja, jejak Islam ditapakkan
pertama kali pada tahun 1652, di daerah Natal terjadi pada tahun 1865 tatkala
Penguasa Inggris yang mengambil alih Afrika Selatan membawa buruh-buruh muslim
dari India pada tahun 1865.
Pada akhir abad 18, Islam di Cape Town telah tumbuh dan
berkembang. Th 1793 untuk pertama kali berdiri masjid di Dorp Street yg
dinamakan Masjid Ul-Awwal beserta madarasah dengan siswa yang terdiri dari para
bekas budak dan orang-orang buangan atau pengikut tahanan politik yang sudah
bebas, yang terus berkembang sehingga pada tahun 1825 mencapai 491 siswa. Pada tahun 1775, penduduk Cape
tercatat baru sekitar 12.000 jiwa, separuh diantaranya adalah para budak.
Tahun 1804 Pemerintah Inggris dengan semangat kebebasan
mengijinkan masyarakat untuk bebas memeluk agama di daerah jajahan, dan untuk
pertama kali Islam memperoleh pengakuan resmi di Afsel. (The Influence of Islam in South Africa and its Impact on Society , 2017
halaman 15).
Tatkala abolisi terhadap perbudakan dilaksanakan tahun
1838, penduduk muslim sudah lebih sepertiga dari penduduk , dan begitu bebas
dari perbudakan, kehidupan sosial ekonomi mereka meningkat pesat. Banyak yang
ahli memasak, tukang bangunan dan tukang kayu yang pada saat itu sangat
dibutuhkan. Mereka juga menolak ajakan untuk memerangi penduduk suku asli
Xhosa. Umat Islam bersimpati kepada masyarakat yang tertindas dan miskin,
sebagaimana diajarkan, dan terus mendukung perjuangan melawan politik perbedaan
warna kulit (apartheid), meski mereka menikmati sebagai warga negara klas dua,
di atas dan lebih baik dibanding masyarakat kulit hitam.
Dalam perjuangan menentang politik rasialis semenjak
pertengahan abad 20 sampai dengan terwujudnya kebebasan dan persamaan ras di
tahun 1990-an, peranan tokoh-tokoh muslim cukup menonjol. Mereka antara lain Imam
Gassan Solomon, Moulana Faried Esack, Ebrahim Rasool, Ahmad Cassiem. Sementara
itu korban jiwa juga berjatuhan. Pada July 1985, dua pemuda yang ditembak
polisi, dimakamkan dalam suatu upacara pemakaman yang dihadiri tidak kurang
dari 30.000, suatu upacara pemakaman terbesar pada saat itu. Teks foto: Di depan pintu gerbang benteng Tanjung Harapan dan di depan benteng. (Bersambung).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda