Rabu, 18 April 2018

Catatan Perjalanan ke Tanjung Harapan (III-1): HARAPAN EROPA ATAS ASIA


Harapan Eropa atas Asia.


               Foto atas, pintu gerbang benteng Tanjung Harapan. Foto bawah, tembok benteng.



Catatan: Seri tulisan ini merupakan Bagian III dari seri tulisan PARA PAHLAWAN NUSANTARA DI AFRIKA SELATAN. Bagian ini menceritakan perjalanan wisata ziarah ke negeri yang di dalam pelajaran sejarah disebut Tanjung Harapan. Bagaimana menuju negeri tersebut, memesan hotel, kendaraan, mencari pemandu wisata dan makanan halal serta mengamati tempat-tempat yang kita kunjungi. Semoga anda wahai pembaca memperoleh anugerahNya untuk berwisata menziarahi para pahlawan kita di negeri orang nun jauh ini. Aamiin.

Dari sekian banyak nama yang saya kenal tatkala belajar sejarah di bangku Sekolah Dasar sampai Sekolah Menangah Atas, ada tiga  yang merujuk  ke satu tempat di benua Afrika; yaitu Tanjung Harapan, Bartolomeu Dias dan Vasco da Gama. Yang pertama adalah nama sebuah tanjung raksasa yang terletak di ujung Selatan benua Afrika. Yang kedua, Bartolomeu Dias,  adalah pelaut Portugis yang untuk pertama kali berhasil melakukan pelayaran panjang dan berbahaya dari Eropa menyusuri laut Atlantis nan ganas, dan merupakan orang Eropa pertama yang menjejakkan kaki di Angola di pantai Barat Afrika pada Desember 1487, setelah berlayar lebih dari 16 bulan.

Dari Angola ia kemudian melanjutkan perjalanan ke Namibia dan akhirnya tiba di Tanjung Harapan pada 3 Februari 1488. Sebuah daerah yang kala itu pantas disebut negeri antah berantah. Tapi dari Tanjung Harapan jalan menuju Lautan Hindia dan negara-negara asal muasal rempah-rempah di sepanjang lautan itu terbuka, serta menjadi lebih mudah dicapai dibanding apabila melalui darat melewati gurun pasir nan ganas di Timur Tengah atau melalui jalur sutera di Asia Tengah dan Utara.

Lantaran  banyak menghadapi badai yang ganas, semula ia menamakan Tanjung di ujung selatan Afrika sebagai  Cape of Storms atau Tanjung Badai. Namun oleh Putera Mahkota Portugis, Pangeran John yang menugasinya, nama itu diubah menjadi Cape of Good Hope atau Tanjung Harapan Baik dan selanjutnya lebih dikenal Cape of Hope atau Tanjung Harapan. Setelah naik tahta Pangeran John bergelar John II. Sementara Bartolomeu Dias meninggal di Tanjung Harapan 29 Mei 1500.

Nama yang ketiga yaitu Vasco da Gama,  adalah juga pelaut Portugis yang ditugasi oleh Raja John III, untuk melanjutkan penaklukan Bartolomeu ke Asia. Rombongannya berlayar pada 1497  dan menjejakkan kakinya di Calicut (Kozhikode), di pantai Malabar di anak benua India pada 20 Mei 1498. Keberhasilan Vasco da Gama menemukan daerah produsen rempah-rempah yang mengharumkan Eropa berabad-abad sebelumnya itu, mengobati kedukaan pelaut-pelaut Eropa yang sudah kehilangan ribuan orang yang selama ini mencoba mencarinya. Penemuan itu juga membuka lebar-lebar pintu gerbang penjajahan Portugis, yang diikuti oleh Belanda, Inggris dan Perancis  selama lebih tiga abad di Afrika dan Asia.

Di kawasan Tanjung Harapan, sebelum meneruskan pelayaran Vasco da Gama sempat singgah dan melakukan konsolidasi kekuatan di pulau Robben, yang berjarak sekitar 9 km dari pantai Tanjung Harapan. Menjadikan pulau Robben sebagai area persinggahan pelayaran dari Eropa mengarungi Lautan Atlantis menuju Asia, khususnya Indonesia sekarang melalui Lautan Hindia, yang di masa-masa berikutnya diteruskan baik oleh Belanda maupun Inggris.

Semenjak itu pula wilayah di Tanjung Harapan beserta pulau Robben menjadi tempat persinggahan, peristirahatan, gudang logistik dan perbaikan pelayaran bangsa-bangsa Eropa ke Asia serta Timur Jauh dan sebaliknya.

Ujung Selatan Benua Afrika tersebut kini menjadi Republik Afrika Selatan, dengan Tanjung Harapan sebagai provinsinya yang beribukota di Cape Town, yang sekaligus menjadi kota pusat lembaga Legislatif. Pusat Pemerintahan sementara itu ditempatkan di kota Pretoria, sedangkan pusat kekuasaan kehakiman di tempatkan di kota Bloemfontein.

Cape Town adalah sebuah kota yang memiliki latar belakang pegunungan yang unik, satu berbentuk seperti meja sehingga disebut Table Mountain dan yang satu lagi bagaikan kepala singa dan disebut Lion’s Head. Dengan kamera tele atau teropong kita bisa melihat dinding-dinding Table Mountain bagaikan sebuah candi alami, karena dindingnya terlihat bagaikan batu-batu raksasa yang dipahat dan disusun rapi, yang bila diresapi bisa menggetarkan batin. Setidaknya bagi penulis.

Daerah hunian membentang dari kaki bukit ke area pantai dengan pusat kota persis di pinggir teluk yang juga dinamakan Table Bay. Dengan bentangan alam yang seperti itu, Cape Town menjadi sebuah kota yang sangat indah.
Perkembangan di Tanjung Harapan dari semula bagaikan negeri antah berantah, berubah cepat semenjak rombongan kapal dagang Belanda yang dipimpin oleh Jan van Riebeeck mendarat pada 6 April 1652. 

Ia tiba dengan sejumlah gagasan untuk membangun Tanjung Harapan, bukan hanya sebagai batu loncatan ke dan dari daerah-daerah di sepanjang Lautan Hindia, tetapi juga menjadikan Tanjung Harapan sebagai wilayah pertumbuhan baru dan hunian bagi orang-orang Belanda. Ia membuka perkebunan, membangun peternakan, sarana pelabuhan dan perkapalan bahkan kemudian membangun benteng pertahanan dan berbagai sarana serta prasarana perkotaan.

JS Mayson dalam The Malays of Cape Town dalam History of Muslim in South Africa: 1652 – 1699 oleh Ebrahim Mahomed Mahida dalam South African Hoistory Online menyatakan, beberapa orang Malay yang beragama Islam (sebutan untuk orang-orang yang berasal dari kepulauan Nusantara), sudah ikut mendarat bersama rombongan kapal Belanda tadi. Orang-orang dari Nusantara itu merupakan orang Islam pertama yang menjejakkan kakinya di Tanjung Harapan.

Dalam upayanya membangun wilayah pemukiman dan pertumbuhan,  ternyata Jan van Riebeeck tidak memperoleh tenaga kerja dari penduduk asli yang memiliki kualifikasi memadai. Oleh sebab itu ia berpaling ke kepulauan Nusantara, yang sudah memiliki peradaban kerajaan-kerajaan yang maju. Nampaknya ini sudah dipelajari oleh van Riebeeck dan kawan-kawannya semenjak tahun 1641 (Cape Malays, Wikipedia dan South African History Online, diunduh 31 Januari 2018), sehingga pada tahun 1642, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Van Diemen sudah menyiapkan peraturan termasuk dalam menjalankan ibadah bagi orang-orang Islam dari Ambon, yang akan dikirim sebagai Mardyckers ke Tanjung Harapan.

Gelombang pertama para Mardyckers atau “Orang-Orang Merdeka”yang bertugas sebagai Satuan Pengamanan datang tahun 1658. Namun sebelumnya sejumlah tenaga kerja yang dijadikan sebagai budak serta beberapa tahanan politik telah mendahului tiba.

Dalam membangun perkotaan yang sekarang bernama Cape Town itu, Belanda membawa dan membudidayakan berbagai hewan ternak dan aneka produk pertanian seperti anggur, sereal, kacang-kacangan, kentang, apel dan jeruk.

Belanda menguasai Tanjung Harapan sampai dengan diambilalih Inggris tahun 1795. Delapan tahun kemudian, yakni 1803, Tanjung Harapan dikembalikan kepada Belanda. Namun itu ternyata tak berlangsung lama, karena pada tahun 1806, melalui pertempuran sengit  yang dikenal dengan Pertempuran Blaauwberg, Inggris kembali merebut Tanjung Harapan. Dalam pertempuran Blaauwberg, pasukan Belanda yang paling gigih adalah yang terdiri dari orang-orang Jawa, yang dikenal sebagai Java Artilerie, tetapi bertempur jarak pendek seperti layaknya pasukan infanteri, karena pasukan infanteri yang terdiri dari orang-orang Belanda justru sudah melarikan diri tanpa meletuskan sebutir peluru pun.

Sejak itu Inggris menguasai Afrika Selatan sampai kemudian terbentuk pemerintah persatuan pada 31 Mei 1910. Pada 11 Desember 1931 Afrika Selatan berhak menyelenggarakan pemerintahan sendiri, tetapi pada tahun 1948 negeri ini mulai memberlakukan politik apartheid yang rasialis, yang bahkan semakin ditingkatkan pada 31 Mei 1961, dan  terus berlanjut sampai awal 1990an. Semenjak 4 Februari 1994 sampai sekarang Republik Afrika Selatan menghapuskan politik perbedaan ras dan menjamin kebebasan bagi penduduknya. (Bersambung).


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda