Senin, 16 April 2018

Pergulatan Cakraningrat - Mataram - Kompeni (II-8) : HIKMAH BAGI RAKYAT AFRIKA SELATAN


Hikmah Makam Cakraningrat bagi Rakyat Afsel.




              




Setelah Cakraningrat dikalahkan, pada 1746 Kompeni menekan Kasunan untuk memperbarui kontrak kerjasama dengan mencopot semua kekuasaan politik atas Jawa. Pada bulan Mei 1746, Perang Cina menulis, Gubernur Jenderal Van Imhoff memaksa Sunan untuk menyerahkan semua kabupaten pesisir dengan imbalan uang lima ribu reyal setiap tahun. Sunan juga menyerahkan semua pajak pelabuhan selama waktu yang tidak ditentukan. Juga harus menyerahkan semua gerbang pajak di wilayah pedalaman, pajak impor dan ekspor  termasuk pajak atas sarang burung dan tembakau. Dalam hal kekuasaan politik lainnya, Sunan juga tidak lagi memiliki hak monopoli pemberian jabatan.

Meski hak-hak Kasunanan sudah sangat kecil, pergulatan internal kraton tidak juga reda, sampai akhirnya menyulut perang saudara pada periode 1755 – 1757, yang mengakibatkan kraton Kasunanan pecah menjadi empat sampai di alam republik sekarang. Keempat kraton tersebut adalah Kasunanan Surakarta dengan rajanya yang bergelar Pakubuwana, Kasultanan Yogyakarta dengan rajanya yang bergelar Hamengkubuwana, kadipaten Mangkunegaran dengan penguasanya yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegara dan yang keempat, kadipaten Pakualaman dengan penguasanya yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Pakualam.

Inilah sejarah pahit yang pernah kita alami dengan pedagang dan pemodal-pemodal asing,yang masuk ke bumi Nusantara dengan dalih bisnis, tapi pada akhirnya berubah menjadi pendudukan dan penjajahan yang berlangsung sekitar tiga setengah abad. Sebetulnya hal itu wajar saja, karena pada dasarnya di sepanjang sejarah kehidupan manusia, manusia yang satu selalu ingin menguasai manusia yang lain, bangsa yang satu ingin menguasai bangsa yang lain. Yang tidak wajar adalah orang atau bangsa yang tidak mau belajar dari sejarah untuk memahami nafsu hegemoni manusia atau sesuatu bangsa atas yang lain.

Sementara itu ribuan rakyat Nusantara dibuang ke Afrika Selatan. Sebagian besar dijadikan budak yang dikirim dalam keadaan tangan dan kaki terbelenggu, sedangkan puluhan lainnya sebagai tokoh politik yang diasingkan, jauh dari tanah tumpah darahnya, jauh dari tahta dan keluarganya, bahkan sebagian besar dari kita tidak mengenal apalagi mengenangnya.

Akan tetapi di Afrika Selatan nun jauh itu, api semangat perjuangan putra-putra Nusantara dan keturunan-keturunannya, berkobar membakar semangat perjuangan saudara-saudaranya para bumiputra Afrika, bangkit melawan penjajahan dan politik perbedaan rasial. Bahkan seonggok makam putera Madura Pangeran Cakraningrat di pulau Robben, telah diakui menjadi sumber inspirasi bagi Nelson Mandela tatkala mengalami masa-masa putus asa lantaran di penjara selama 27 tahun, 18 tahun di antaranya di penjara pulau Robben yang amat sangat ketat, di samping makam keramat Sayed Abdurrahman Motura, dari Madura, atau Pangeran Cakraningrat IV.

Kini kita memahami hikmah dari skenario Gusti Allah, mengapa mengirimkannya ke Pulau Robben. Keberadaannya mengobarkan semangat Nelson Mandela untuk terus memimpin perjuangan kemerdekaan bangsanya, sampai ia dibebaskan pada 11 Februari 1990, yang begitu keluar dari pintu penjara langsung brziarah menuju makam Pangeran Cakraningrat IV, yang tengah berlangsung keramaian besar.

Pada tahun 1994 akhirnya Nelson Mandela bersama rakyat Afrika Selatan berhasil mewujudkan Afrika Selatan yang merdeka dari berbagai bentuk penjajahan dan penindasan rasial, dan dilantik menjadi Presiden pada 10 Mei 1994 dalam usia 76 tahun untuk selama 5 tahun. Pada 14 Juni 1999 ia digantikan oleh Thabo Mbekti, namun terus berkibar sebagai bapak bangsa yang menginspirasi dan sangat dihormati dunia sampai wafat tanggal 5 Desember 2013. Nelson Mandela telah mengajarkan pahit getir sejarah yang diungkapkan apa adanya namun tanpa rasa dendam, sehingga namanya memancarkan aroma harum ke seluruh penjuru dunia.

Uniknya pula hampir dalam setiap penampilannya di depan publik termasuk dalam acara-acara resmi, Mandela mengenakan baju batik Indonesia, satu hal yang sampai buku ini ditulis bahkan tidak dilakukan oleh Presiden Indonesia.
Semoga catatan sederhana ini dengan ridho, rahmat dan berkahNya, dapat ikut mengetuk pintu pemahaman dan kesadaran kita semua. Aamiin.

(Ikuti seri Bagian III : CATATAN PERJALANAN KE TANJUNG HARAPAN, TEMPAT BUANGAN PARA PENENTANG KONGSI DAGANG BELANDA
Foto (1): Prasasti Makam Sayed Abdurahmen Motura atau Pangeran               Cakraningrat IV, dibuat oleh Pemerintah Afrika Selatan tahun 1969. (2)  Prasasti yang dibuat oleh Cape Mazaar Society. (3). Penulis dan isteri di depan pintu makam.









0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda