Imam-Imam Nusantara.
Di bagian depan telah dikemukakan, pada akhir abad 18
Islam di Cape Town telah tumbuh dan berkembang. Th 1793 utk pertama kali
berdiri masjid di Dorp Street yg dinamakan Masjid Ul-Awwal beserta madarasah
dengan siswa yang terdiri dari para bekas budak dan orang-orang buangan atau pengikut
tahanan politik yang sudah bebas, yang terus berkembang sehingga pada tahun
1825 mencapai 491 siswa.
Perkembangan itu tentu tidak bisa dipisahkan dari para
ulama yang sekaligus menjadi ustadz atau guru. Dalam arsip kolonial tercatat
nama Bappa Abdol Sammat sebagai imam
pertama di Mosterd Bay, yang terdaftar atau tercatat secara resmi pada 29
September 1832.
Akan tetapi dalam catatan kolonial juga tercatat ada tiga
nama Abdol Sammat. Pertama yang tiba di Cape tahun 1758 sebagai tawanan yang
dikerjapaksakan, tapi kemudian memperoleh kebebasan. Sementara yang kedua,
dalam sensus th 1809/1810 ada nama Abdol Sammat yang juga bekas budak berusia
50 th. Selanjutnya dalam sensus di Mosterd Bay tahun 1825 tercatat Abdol Sammat
berusia sekitar 40 – 60 th. Diperkirakan orang yang tercatat sebagai budak yang
dibebaskan dan yang ada dalam kedua sensus tersebut adalah orang yang sama.
Pada tahun 1832, Abdol Sammat menulis testamen dalam tulisan dan bahasa Arab serta Afrikaans yang menyatakan ia
berasal dari Semarang. Pada tahun 1822 Abdol Sammat memperoleh beberapa sahabat
antara lain Seding van Java yang bebas dari perkebunan Paarl Vallei, Borno van
Java dari Perkebunan Vondeling, Soloman van Java dari Perkebunan Gustrouw,
serta Rachiem van Java dan Cadier van Timor. Kedua terakhir tidak diketahui
bekas budak dari perkebunan mana.
Dari waktu ke waktu jumlah mereka terutama
yang berasal dari Jawa terus bertambah, bahkan sampai beberapa kali lipat, di samping sejumlah orang lagi yang berasal
dari berbagai kepulauan Indonesia (The
Strand Muslim Community halaman 12 dan seterusnya). Ada sejumlah nama
seperti Singo, Zingo (sama dengan Singo), Azam, Kwassa (mungkin dari kata
Kuasa), Potro (mungkin dari Parto). Sakier, Kameding (mungkin dari Kamidin),
Darius, Minerva van Batavia (perempuan, isteri Darius) dan Jamier van Timor.
Dari deretan nama-nama tersebut ternyata ada dua orang yang berasal dari Timor.
Dalam perkembangan, jumlah orang Timor juga bertambah dan menurunkan lima
generasi keluarga asal Timor, yaitu generasi Keluarga Jamier, Safdien, Barewie, Moegamat Bajanodien serta Agmat atau
Achmat Timor.
Sejumlah orang, oleh orang Belanda pemilik perkebunan
yang diikutinya, tak jarang memperoleh panggilan khas dari tuannya, kadang-kadang
seperti nama Belanda, yang kemudian menjadi nama panggilannya sehari-hari.
Walau banyak tawanan politik dan budak, namun tidak
semua orang Jawa yang menghuni Afrika Selatan pada masa penjajahan tersebut
berasal dari para tawanan dan budak. Ada pula seorang pelaut muda yang
melarikan diri dari kapalnya tatkala tiba di
Cape Town, yaitu Railoun atau Rykoen alias Rioloen putera dari
Shahabodien yang berasal dari Batavia. Railoen lahir tahun 1840 dan wafat 1906,
tiba di Cape Town sekitar akhir 1850-an atau awal 1860-an, dan tinggal bersama
keluarga Mamat, juga lahir di Batavia 1759. Mamat adalah Imam dari Masjid Palm Tree di Long Street antara 1851 – 1864, dikenal berusia panjang,
105 tahun. Railoen kemudian melanjutkan Mamat menjadi Katib dan namanya dikenal
menjadi Imam Railoun.
Ulama Nusantara lainnya yang tercatat dalam sejarah
Afrika Selatan pada awal abad 19 menurut Afandri
Adya dalam http://afandriadya.com yang diposkan pada
18 April 2016 adalah Jan van Boughies. Sementara dari laporan Majalah Tempo
edisi 8 – 14 Februari 2016 ada nama Imam Jabaruddin dari Jawa serta Syeh
Abdurrahman dari Padang.
Jan van Boughies adalah seorang budak yang dibawa oleh
Belanda dari tanah Bugis, Sulawesi Selatan. Setibanya di Cape Town ia
dimerdekakan oleh seorang wanita setempat, Salia van Macassar yang kemudian
menjadi isterinya. Jan merupakan murid Tuan Guru yang cakap berbahasa Arab
sehingga ikut mengajar bahasa Arab di madrasah Tuan Guru. Selanjutnya bersama
temannya Frans van Bengalen ia membeli sebidang tanah di Long Street, Cape
Town. Di atas tanah ini ia membangun
rumah sekaligus langgar. Empat tahun kemudian tanah dan bangunan itu sepenuhnya
menjadi miliknya, yang selanjutnya bersama para pengikutnya ia bangun sebuah
Masjid yang dikenal sebagai Masjid Palm Three atau Masjid Jan van Boughies.
Pada tahun 1820, Jan menjadi imam masjid tersebut dan
mendapat gelar Imam Asnun. Tak hanya itu, ia juga menjadi pengajar tilawah
serta teologi Islam. Reputasi Jan sebagai pemimpin umat sering menjadi catatan
sejarah. Menurut Abdulkader Tayib dalam
bukunya “Islam in Sourth Africa :
Mosques, Imams dan Sermons”, Jan juga banyak memerdekakan para budak.
Antara tahun 1800 – 1818, tak kurang dari seratus budak yang berasal dari
berbagai negara yaitu Madagaskar, Melayu dan Mozambik. Setelah Salia van
Macassar meninggal, Jan menikah lagi dengan gadis berusia 15 tahun – Samida van de Kaap. Pada tanggal 12 November
1846 Jan van Boughies wafat dalam usia 112 tahun, dan dikebumikan di Pemakaman
Tanah Baru, Capetown.
Selain di wilayah Cape bagian barat, ada pula sejumlah
ulama Nusantara yang bermukim di Port Elizabeth yang merupakan wilayah Cape
bagian timur. Salah satu nama yang tertera pada nisan South End Valley
Cementery, kompleks pemakaman muslim di kota itu, adalah Imam Haji Abdu Rafi.
Dia adalah seorang ulama keturunan Jawa yang menyebarkan Islam di Port
Elizabeth. Ia berdakwah di sana selama 42 tahun hingga akhirnya meninggal pada
1856 dalam usia 71 tahun. Imam Abu Rafie dan saudaranya Imam Abu Salie, dikenal
sebagai leluhur komunitas muslim Melayu di Cape Timur, yang lahir di Cape Town
dari ayah yang asli dan lahir di Indonesia.
Mazhab
Syafii – Hanafi.
Ulama-ulama dan umat Islam yang merintis menyebaran
agama Islam di Cape yang berasal dari Indonesia, adalah penganut Mazhab Syafii,
dan pada umumnya mengikuti tasawuf. Sampai dengan pertengahan abad 19, di Cape
hanya ada mazhab Syafii, namun setelah Inggris membawa pekerja-pekerja dari India, dan juga mulai berdatangan
pedagang-pedagang dari India, mazhab Hanafi juga ikut masuk ke Cape. Dalam dua
dasa warsa awal abad ke 20, mazhab Hanafi mulai berkembang, tapi bergandengan
tangan secara baik dengan mazhab Syafii. Bahkan pria-pria dari India yang Hanafi
juga menikah dengan perempuan-perempuan dari Indonesia yang Syafii, dan masing-masing
berjalan berdampingan (The Strand Muslim
Community halaman 53). Foto: penulis dan isteri di depan Kramat Syeh Abdurrahman Motura atau Pengeran Cakraningrat IV. Bentuk bangunan kramat atau makam seperti mesjid itu banyak kita jumpai di Afrika Selatan. Di dalam bangunan tersedia ruangan dan sajadah untuk shalat. (Bersambung).
1 Komentar:
very good. Banyak orang berasal jawa, makassar, bali timor juga sumbawa dan flores dibahwa Afrika Selatan pada masah penjajhan Belanda .Raja Tambora dari Bima , Shekh Yussuf al Maqassar dari Gowa ,ibu beliau adalah rani dan kakak rajah Gowa sultan Alauddin yang pertama dar Gowa jadi orang islam pada 5 Februari 1605 . Saya dar keturunan jammir dari Timor Jammir,- Safdin Tiemor ( 1839-1906) -Barawi Timoor ( 1890-1918)- Moegamat Bajanodien ( 1916-1982)- Fowzia ( ibu saya ) anak perepuan ( 1943-2009) saya ( Reza Timmorr Khan ) Di desa Strand ( Mostert Bay ) orang dar keturanan Jawa ,Timor dan Sunda .
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda