Kita semua sudah memahami, pajak adalah transaksi antara
rakyat pembayar pajak dengan Pemerintah yang menerima serta mengelola uang
pajak tersebut. Oleh sebab itu jika pada awal-awal revolusi perpajakan tahun
1983, kita membangun kesadaran rakyat serta menggalang patriotisme mereka dalam
memenuhi kewajiban kenegaraannya dengan membayar pajak, kini saatnya kita
menggalang kesadaran Pemerintah sebagai pengguna uang pajak agar amanah,
sekaligus menggalang keberanian rakyat untuk menggunakan haknya mengawasi dan
menuntut keamanahan Pemerintah.
Kita semua tanpa kecuali, sejak bayi di dalam
kandungan hingga masuk ke liang kubur,
sudah harus membayar pajak. Vitamin, obat-obatan serta makanan bergizi yang
dibeli oleh seorang ibu guna menjaga pertumbuhan bayi di dalam kadungannya,
harus membayar PPN. Demikian pula kain kafan atau pakaian yang dikenakan pada jenazah, juga membayar PPN.
Sungguh benar joke yang menyatakan, manusia tidak bisa menghindar dari dua hal,
yaitu kematian dan pajak. Karena memang hampir semua yang kita konsumsi, tanpa
kita sadari sudah harus membayar pajak.
Mari coba kita renungkan, mengkonsumsi apa saja kita hari
ini? Air kemasan, mie instan, kopi, teh? Beli baju, bensin dan lain-lain? Untuk
semua itu Pemerintah telah membebani anda Pajak Pertambahan Nilai sebesar 10
persen dari harga yang anda bayar.
Jadi jika anda belanja Rp.15.000,- berarti pajak anda
Rp.1500,- tak peduli siapa anda, konglomerat atau buruh, kaya atau miskin. Maka
apabila ada orang yang menyatakan anda tidak membayar pajak, maka samadengan
bohong, pembodohan sekaligus penghinaan kepada rakyat. Oleh sebab itu,
banggalah anda sebagai pembayar pajak, meski belum atau tidak memiliki
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Sebagaimana diuraikan di atas, pajak adalah proses
pertukaran antara warga negara dengan Pemerintah. Rakyat membayar pajak dan
negara menukarnya dengan pelayanan serta perlindungan, yakni dua komoditi utama
yang dibutuhkan rakyat. Seperti pada umumnya proses pertukaran, maka mutu dari
barang-barang atau komoditi atau jasa menjadi sangat penting. Rakyat akan patuh
memenuhi kewajibannya membayar pajak, jika mutu dan pelayanan Pemerintah baik.
Bila tidak, mereka berhak menegur sampai dengan kalau perlu menolak membayar
pajak.
Yang dimaksud pelayanan Pemerintah bukanlah pelayanan aparat pajak semata-mata, tetapi seluruh
pelayanan Pemerintah dan seluruh aparat negara tanpa kecuali, termasuk para
wakil rakyat di Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan
Perwakilan Rakyat Pusat maupun Daerah.
Lantaran membayar pajak, maka kini rakyat bisa disebut
majikan dari aparat Pemerintah mulai dari Presiden, para Jenderal sampai
petugas Satuan Pengamanan di kantor-kantor Pemerintah. Sebab gaji serta segala fasilitas mereka itu
memang dibiayai dengan uang pajak dari rakyat, yang dikumpulkan serupiah demi
rupiah. Mobil mewah anti peluru yang dinaiki Presiden, juga pistol, peluru dan
mobil sirine pak polisi, semua dibeli dengan uang rakyat. Maka sudah seharusnya
Presiden, anggota DPR, TNI-Polri dan semua aparat negara, harus secara sadar dan
amanah melayani serta mengabdi kepada
majikannya, yaitu rakyat.
Masyarakat Jakarta–Bogor–Depok–Tangerang–Bekasi
(Jabodetabek) khususnya rakyat Jakarta
yang baru-baru ini kebanjiran misalkan, adalah patriot di era global sekarang
ini. Karena paling tidak mereka sudah membayar PPN.
Hormat kita kepada rakyat pembayar pajak, karena keringat
yang terkandung di dalam uang pajaknya, telah menjadi darah bagi kehidupan
negara. Sungguh tanpa pajak rakyat, negara akan runtuh.
Sebuah contoh keluhan dari seorang korban banjir di daerah
Jakarta Timur, Januari 2013 yang lalu mengenai penderitaannya akibat banjir,
ditambah pemadaman listrik dan air dari Perusahaan Air Minum Daerah, membuka
mata kita semua bahwa peningkatan penerimaan pajak tidak berbanding lurus dengan
peningkatan pelayanan Pemerintah, tetapi berbanding lurus dengan peningkatan
korupsi yang menjadi berita-berita utama media massa beberapa tahun belakangan
ini, bahkan menjadi pendamping berita banjir, dan masih terus berlanjut
sementara banjirnya sudah surut.
Karena pajak adalah transaksi antara rakyat dengan
Pemerintah, maka rakyat berhak menuntut pelayanan dan perlindungan Pemerintah
dari segala ancaman termasuk banjir, kemacetan lalulintas, wabah penyakit dan
lain-lain. Pemerintah yang amanah seharusnya malu, mengapa banjir dan macet
yang sudah berlangsung belasan tahun bukannya teratasi, malah makin menggila.
Rakyat yang sudah rela membiaya Pemerintahan serta menggaji
para aparat pemerintah dan negara, harus digalang pemahaman dan kesadarannya
akan hal itu, demi keseimbangan antara hak dan kewajiban, baik rakyat yang
membayar pajak maupun aparat yang mengelolanya. Para
elit, pejabat negara dan birokrat jangan mentang-mentang. Mereka harus amanah
dalam mengelola uang pajak rakyat. Para elit
jangan zolim dengan berpesta pora di atas penderitaan dan keringat rakyat,
apalagi mengkorupsi uang rakyat tersebut. Sesungguhnyalah, rakyat adalah
majikan Pemerintah, yang harus dibahagiakan dan dimuliakan kehidupannya.
Aamiin.(Tamat).
Depok, 05 Februari 2013.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda