Melongok
Kamar Tahanan Nelson Mandela.
Selesai mengambil foto-foto mural, Mr.Thulani
menghampiri dan memperkenalkan kepada kami, seorang pemuda yang berperawakan
tinggi berkulit sebagaimana kulit orang Indonesia. Ia bernama Ilyas Salie dan
beragama Islam. Setelah pulang ke Indonesia dan membaca sejumlah buku, penulis
baru mengetahui nama marga Salie di Afrika Selatan itu merupakan keturunan
orang Jawa.
Ilyas segera mengajak kami dengan mobil van tersendiri,
meninggalkan anggota rombongan lainnya yang masih sedang dikumpulkan oleh para
pemandu. Ia meminta ijin kami untuk terlebih dulu mengunjungi museum penjara, baru
setelah itu ke makam Syeh Motura. Karena kapal harus kembali ke Waterfront jam
12.30 kami mengusulkan agar kunjungan ke museum penjara dibatasi paling lama 40
menit, sedangkan sisa waktunya akan kami pergunakan lebih banyak di makam.
Di depan bangunan penjara, ada sejumlah pria yang sudah
siap menerima para wisatawan. Ilyas
menemuai seseorang. Ia adalah NToza, nama lengkapnya NTozelizwe Talakumeni (61
tahun), mantan narapidana politik yang menjadi pemandu wisata. Dari sejumlah
buku dan tulisan di internet, belakangan saya mengetahui NToza adalah pemandu
yang sering menemani tamu-tamu VIP.
Tatkala NToza membuka pintu gerbang penjara dan mengajak
kami berdua memasukinya, suasana sungguh sangat sepi, tiada orang lain kecuali kami
bertiga. Rombongan yang bersama kami dalam satu kapal dan berkeliling pulau
Robben dengan bis belum nampak. NToza membawa satu renteng kunci yang
masing-masing berukuran besar. Ia memandu kami menyusuri lorong-lorong dan
kamar-kamar, membuka setiap pintu yang terkunci secara kronologis sesuai dengan
tahap kedatangan narapidana berikut ruang-ruang pelayanan dan kunjungan.
Menjelaskan tahap pemeriksaan dan pencatatan, pemberian nomer tahanan
sebagaimana dirinya. Ia narapidana bernomor 58/86. Angka 58 adalah nomer
tahanannya sedangkan angka 86 menunjukkan tahun pada saat ia dimasukkan ke
penjara, tepatnya 18 Juni 1986. Ia dibebaskan 14 tahun kemudian pada 1990,
tahun yang sama dengan masa pembebasan Nelson Mandela.
Selanjutnya ia membawa kami ke halaman dengan langit terbuka namun dikeliling tembok,
tepat di belakang barak tahanan Blok B. Foto yang menggambarkan dua deret para
narapidana yang tengah memecah batu di halaman ini, sangat popular dan
menghiasi sejumlah buku yang mengisahkan Nelson Mandela atau pun Pulau Robben. Di pinggir halaman di
pajang foto-foto kenangan kegiatan di halaman tersebut.
Dari halaman tadi ia melanjutkan memasuki barak Blok B,
barak di mana Nelson Mandela ditahan. Kami menuju kamar no 5, NToza membuka
pintu dan masuk sambil menjelaskan
barang-barang yang ada di depan kami yang dengan setia menemani Mandela. Di
kamar berukuran sekitar 2,4 m x 2,1 m itu terdapat matlas yang digelar di
lantai dengan selimut penghangat tergulung di atasnya. Selain itu hanya
terdapat meja kecil berwarna hijau, di atas meja ada seperangkat piring dan
cangkir aluminium. Di samping meja ada satu perabot berwarna merah, berbentuk
ember atau mirip tempat sampah atau kalau di Jawa tempo dulu juga bisa seperti
dandang buat menanak nasi dengan tutupnya yang terbuat dari bahan logam,
mungkin seng. Semula saya mau memegang dan melihatnya, tapi terhenti dan batal
ketika NToza memberi tahu itu adalah tempat kencing dan buang hajat.
Saya terhenyak dengan perasaan campur aduk dan kemudian
memilih duduk bersila merenung di matlas Nelson Mandela. Mengenang
perjuangannya dalam membebaskan bangsanya dari belenggu penjajahan nan kejam
dan rasialis, sehingga membuatnya menjadi narapidana politik selama 27 tahun,
18 tahun di antaranya dihabiskan sendirian di lantai beralaskan matlas yang
kini sedang saya duduki. Suatu masa yang bagi kebanyakan orang pasti sulit
membayangkan betapa lama dan beratnya.
Sebelum keluar kamar dan melanjutkan
kunjungan ke bagian penjara lainnya, saya dan isteri berpose di balik pintu
jeruji besinya serta meminta NToza untuk memfotonya.
Selanjutnya kami berkeliling melihat dapur umum,
barak-barak dengan tempat tidur massal seperti bangsal rumah sakit, melihat
ruang pertemuan dan papan-papan keterangan. Mengingat waktu yang terbatas dan
kami harus ke kramat makam Pangeran Cakraningrat, maka tidak semua ruangan kami
kunjungi. Menjelang keluar kami baru berjumpa dengan rombongan yang
bersama-sama naik dalam satu kapal.
Foto: (1) Berfose di balik pintu jeruji kamar tahanan Nelson Mandela Blok B/5. (2) Duduk di matlas alas tidur Nelson Mandela. (3) Perlengkapan kamar tahanan Nelson Mandela. Ember warna merah itulah pispot tempat buang air kecil dan buang air besar Nelson Mandela, yang menemaninya siang malam.
Catatan:
Seri tulisan ini merupakan Bagian III dari seri tulisan PARA PAHLAWAN
NUSANTARA
DI AFRIKA SELATAN. Bagian ini menceritakan perjalanan wisata ziarah ke
negeri yang di dalam pelajaran sejarah disebut Tanjung Harapan.
Bagaimana menuju negeri tersebut, memesan hotel, kendaraan, mencari
pemandu wisata dan makanan halal serta mengamati tempat-tempat yang kita
kunjungi. Semoga anda wahai pembaca memperoleh anugerahNya untuk
berwisata menziarahi para pahlawan kita di negeri orang nun jauh ini.
Aamiin. (Bersambung).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda