Minggu, 22 April 2018

Catatan Perjalanan ke Tanjung Harapan (III-4) : BERLAYAR KE PULAU "PENJARA' ROBBEN


Berlayar ke Pulau “Penjara” Robben.







 Seluruh pulau “penjara” Robben adalah museum sekaligus situs warisan  dunia. Oleh sebab itu tidak setiap orang boleh begitu saja semaunya sendiri pergi ke sana. Hanya Museum Nelson Mandela yang boleh mengaturnya, dengan kapal penyeberangan yang dermaganya menyatu dengan gedung musem yang berada di kawasan pelabuhan Waterfront.

Jarak antara Hotel Double Tree ke Waterfront adalah sekitar 3 mil atau 4,8 km. Sebagai servis kepada para tamu, Hotel menyediakan layanan angkutan gratis dari Hotel ke kota pelabuhan Waterfront pergi pulang sebanyak empat kali sehari pada hari kerja biasa dan lima kali pada akhir pekan atau Jumat- Sabtu- Minggu. Karena layanan angkatan pertama pada jam 09.00, sedangkan kapal ferry dari Waterfront ke pulau Robben yang akan kami naiki keesokan harinya akan berangkat pukul 09.00 dan kami harus sudah mendaftar paling lambat 15 menit sebelumnya, maka malam itu saya memesan mobil khusus untuk mengantar ke pelabuhan pada jam 07.00 pagi di luar layanan gratis. Untuk itu penulis dikenai biaya sebesar R200, dan kembali yang mengantarkan adalah Jerrith.

Kota pelabuhan Waterfront diberi nama Victoria & Alfred. Victoria adalah nama Ratu Inggris sedangkan Alfred adalah suaminya. Ratu Victoria lahir 24 Mei 1819 dan naik tahta  pada 20 Juni 1837 sampai wafat pada 1901. Selama masa keratuannya, mereka pernah mengunjungi Cape Town, sehingga demi menghormatinya, kota pelabuhan yang hidup hampir sepanjang waktu itu diabadikan dengan nama pasangan Ratu dan suaminya tersebut.

Rabu tanggal 11 Oktober, pukul 07.00 kami berangkat meninggalkan hotel menuju Museum Nelson Mandela Gateway, gedung sekaligus dermaga pelabuhan keberangkatan serta kedatangan kapal ferry menuju dan dari pulau Robben. Tempat ini berada di samping salah satu landmark Waterfront, yaitu Clock Tower atau Menara Jam yang bercat merah menyolok. Udara pagi itu masih berkabut, dan kami sudah sampai di Bangunan Museum Nelson Mandela sebelum jam 08.00, setelah berjalan kaki mencarinya sekitar 20 menit.

Suasana di meja pendaftaran agak ramai dengan wisatawan yang pada umumnya berkulit putih, sementara di tempat penjualan tiket masih banyak orang mengantri. Semua pengunjung harus melapor ke petugas untuk dicatat identitasnya. Ada dua orang yang bertugas, namun tatkala penulis melapor bahwa penulis adalah wisatawan yang diatur oleh Ilios Travel seraya menunjukkan email konfirmasi pesanan dari Ilios, mereka tidak mau melayani dan menyuruh saya berjumpa dulu dengan petugas Ilios. Penulis kemudian menelpon ke petugas Ilios yang disebut di dalam email harus saya hubungi. Sayang sekali, pulsa R100 yang penulis beli kemarin siang dan baru dipakai sekali ini, sudah habis sebelum pembicaan selesai. Padahal kantor Ilios Travel yang kami hubungi menurut informasi juga berada di dalam wilayah Waterfront, bahkan tak jauh dari Gedung Museum Nelson Mandela.

Pada jam 08.50, penulis mencoba mencari bantuan sambil membeli air mineral dan makanan kecil di toko di samping tempat pendaftaran. Kepada wanita yang melayani, penulis menceritakan persoalan kami kepadanya. Alhamdulillah, pelayan wanita ini sangat simpati dan langsung menemani penulis berbicara dengan petugas pendaftaran yang semula menolak melayani. Jam 09.00 tepat tempat pendaftaran sudah kosong dan petugas wanita tersebut membantu menelponkan ke Ilios. Tak berapa lama, staf Ilios tiba dengan membawa web tikets atau tiket elektronik kami. Dari tiket ini kita bisa mengetahui, jika bepergian sendiri dan langsung beli ke loket, biayanya hanya sebesar R340 meliputi biaya ferry pergi pulang serta bis keliling pulau Robben, mengunjungi penjara dan sel tahanan Nelson Mandela, makam keramat Cakraningrat dan singgah di satu-satunya café yang ada untuk membeli minuman bagi yang berminat. Jam menunjukkan pukul 09.15. Seharusnya kapal sudah berangkat.

Sepuluh menit kemudian urusan kami beres dan langsung masuk ke antrian naik ke kapal. Dalam antrian ini penulis ditegur ramah oleh seseorang yang berperawakan dan berwajah seperti orang Maluku. Ternyata ia adalah seorang mantan pelaut berkebangsaan Trinidad-Tobago, yang sewaktu muda pernah berkunjung ke Jakarta dan Bali serta mengaku sempat berkenalan dengan raja Bali Cokorda Gede Sukawati. Sekarang ia adalah seorang pengusaha perkapalan, yang bersama teman-temannya yang pada umumnya berkulit putih, sedang berwisata ke Afrika Selatan, dan hendak melihat Museum Penjara Pulau Robben.

Kapal ferry WE DO TOURISM jenis katamaran, membawa puluhan penumpang dari dermaga di Museum Nelson Mandela ke pulau Robben, penulis lupa menghitungnya, dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Sepanjang perjalanan grup wisata ini dipimpin oleh Mr.Thulani, dan memperoleh penjelasan dari pemandu wisata tentang perjalanan dengan sesekali menunjukkan beberapa ekor anjing laut yang berenang di dekat kapal. Semua petugas dan pemandu yang melayani kami di kapal, demikian pula para petugas dan pemandu wisata di pulau, sebagian besar adalah mantan tahanan politik yang pernah dipenjara di pulau Robben.

Pukul 10.10, Pulau Robben sudah nampak jelas dari kapal. Mula-mula nampak kubah berwarna hijau makin lama makin jelas seperti sebuah masjid. Di sampingnya berdiri tegak menara segi empat, belum jelas menara apa. Tapi bukan seperti menara masjid.

Kapal WE DO TOURISM merapat di dermaga pelabuhan John Murray, dan alhamdulillah bismillah, kami menjejakkan kaki di pulau Robben, tanah tempat salah seorang pejuang Nusantara dibuang kuranglebih 271 tahun yang lalu, yang kemudian wafat dan dimakamkan tahun 1754. “Kami datang Eyang, untuk mengunjungimu. Untuk menghormati dan berdoa untukmu wahai Pahlawan kami.”

Segera kami disambut  bentangan mural yang bernuansa biru dengan berbagai gambar, foto dan slogan perjuangan, dengan tema utama “FREEDOM CANNOT BE MANACLED! KEMERDEKAAN TIDAK AKAN DAPAT DIBELENGGU”. Penulis berfose membentangkan tangan tepat di depan tulisan RELEASE.

Foto: (1)  Gedung Museum Nelson Mandela sekaligus dermaga untuk naik kapal ke dan dari Pulau Robben. (2). Berfoto di dermaga sebelum naik kapal, diabadikan oleh fotografer Museum. (3). Kapal ferry yang membawa kami berlayar ke dan dari Pulau Robben. (4). Berforo di depan pintu penjara bersama NToza Talakumeni, pemandu wisata dan mantan teman tahanan Nelson Mandela.


Catatan: Seri tulisan ini merupakan Bagian III dari seri tulisan PARA PAHLAWAN NUSANTARA DI AFRIKA SELATAN. Bagian ini menceritakan perjalanan wisata ziarah ke negeri yang di dalam pelajaran sejarah disebut Tanjung Harapan. Bagaimana menuju negeri tersebut, memesan hotel, kendaraan, mencari pemandu wisata dan makanan halal serta mengamati tempat-tempat yang kita kunjungi. Semoga anda wahai pembaca memperoleh anugerahNya untuk berwisata menziarahi para pahlawan kita di negeri orang nun jauh ini. Aamiin. (Bersambung). 



0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda