Berlayar
ke Pulau “Penjara” Robben.
Seluruh pulau “penjara” Robben adalah museum sekaligus
situs warisan dunia. Oleh sebab itu
tidak setiap orang boleh begitu saja semaunya sendiri pergi ke sana. Hanya
Museum Nelson Mandela yang boleh mengaturnya, dengan kapal penyeberangan yang
dermaganya menyatu dengan gedung musem yang berada di kawasan pelabuhan
Waterfront.
Jarak antara Hotel Double Tree ke Waterfront adalah
sekitar 3 mil atau 4,8 km. Sebagai servis kepada para tamu, Hotel menyediakan
layanan angkutan gratis dari Hotel ke kota pelabuhan Waterfront pergi pulang
sebanyak empat kali sehari pada hari kerja biasa dan lima kali pada akhir pekan
atau Jumat- Sabtu- Minggu. Karena layanan angkatan pertama pada jam 09.00,
sedangkan kapal ferry dari Waterfront ke pulau Robben yang akan kami naiki
keesokan harinya akan berangkat pukul 09.00 dan kami harus sudah mendaftar
paling lambat 15 menit sebelumnya, maka malam itu saya memesan mobil khusus
untuk mengantar ke pelabuhan pada jam 07.00 pagi di luar layanan gratis. Untuk
itu penulis dikenai biaya sebesar R200, dan kembali yang mengantarkan adalah Jerrith.
Kota pelabuhan Waterfront diberi nama Victoria & Alfred.
Victoria adalah nama Ratu Inggris sedangkan Alfred adalah suaminya. Ratu
Victoria lahir 24 Mei 1819 dan naik tahta
pada 20 Juni 1837 sampai wafat pada 1901. Selama masa keratuannya,
mereka pernah mengunjungi Cape Town, sehingga demi menghormatinya, kota
pelabuhan yang hidup hampir sepanjang waktu itu diabadikan dengan nama pasangan
Ratu dan suaminya tersebut.
Rabu tanggal 11 Oktober, pukul 07.00 kami berangkat
meninggalkan hotel menuju Museum Nelson Mandela Gateway, gedung sekaligus dermaga
pelabuhan keberangkatan serta kedatangan kapal ferry menuju dan dari pulau Robben.
Tempat ini berada di samping salah satu landmark
Waterfront, yaitu Clock Tower atau Menara Jam yang bercat merah menyolok.
Udara pagi itu masih berkabut, dan kami sudah sampai di Bangunan Museum Nelson
Mandela sebelum jam 08.00, setelah berjalan kaki mencarinya sekitar 20 menit.
Suasana di meja pendaftaran agak ramai dengan wisatawan
yang pada umumnya berkulit putih, sementara di tempat penjualan tiket masih
banyak orang mengantri. Semua pengunjung harus melapor ke petugas untuk dicatat
identitasnya. Ada dua orang yang bertugas, namun tatkala penulis melapor bahwa
penulis adalah wisatawan yang diatur oleh Ilios Travel seraya menunjukkan email
konfirmasi pesanan dari Ilios, mereka tidak mau melayani dan menyuruh saya berjumpa
dulu dengan petugas Ilios. Penulis kemudian menelpon ke petugas Ilios yang
disebut di dalam email harus saya hubungi. Sayang sekali, pulsa R100 yang
penulis beli kemarin siang dan baru dipakai sekali ini, sudah habis sebelum
pembicaan selesai. Padahal kantor Ilios Travel yang kami hubungi menurut
informasi juga berada di dalam wilayah Waterfront, bahkan tak jauh dari Gedung
Museum Nelson Mandela.
Pada jam 08.50, penulis mencoba mencari bantuan sambil
membeli air mineral dan makanan kecil di toko di samping tempat pendaftaran. Kepada
wanita yang melayani, penulis menceritakan persoalan kami kepadanya.
Alhamdulillah, pelayan wanita ini sangat simpati dan langsung menemani penulis berbicara
dengan petugas pendaftaran yang semula menolak melayani. Jam 09.00 tepat tempat
pendaftaran sudah kosong dan petugas wanita tersebut membantu menelponkan ke
Ilios. Tak berapa lama, staf Ilios tiba dengan membawa web tikets atau tiket
elektronik kami. Dari tiket ini kita bisa mengetahui, jika bepergian sendiri
dan langsung beli ke loket, biayanya hanya sebesar R340 meliputi biaya ferry
pergi pulang serta bis keliling pulau Robben, mengunjungi penjara dan sel
tahanan Nelson Mandela, makam keramat Cakraningrat dan singgah di satu-satunya
café yang ada untuk membeli minuman bagi yang berminat. Jam menunjukkan pukul
09.15. Seharusnya kapal sudah berangkat.
Sepuluh menit kemudian urusan kami beres dan langsung
masuk ke antrian naik ke kapal. Dalam antrian ini penulis ditegur ramah oleh
seseorang yang berperawakan dan berwajah seperti orang Maluku. Ternyata ia
adalah seorang mantan pelaut berkebangsaan Trinidad-Tobago, yang sewaktu muda
pernah berkunjung ke Jakarta dan Bali serta mengaku sempat berkenalan dengan raja
Bali Cokorda Gede Sukawati. Sekarang ia adalah seorang pengusaha perkapalan,
yang bersama teman-temannya yang pada umumnya berkulit putih, sedang berwisata
ke Afrika Selatan, dan hendak melihat Museum Penjara Pulau Robben.
Kapal ferry WE DO TOURISM jenis katamaran, membawa puluhan
penumpang dari dermaga di Museum Nelson Mandela ke pulau Robben, penulis lupa
menghitungnya, dengan waktu tempuh sekitar 30 menit. Sepanjang perjalanan grup
wisata ini dipimpin oleh Mr.Thulani, dan memperoleh penjelasan dari pemandu
wisata tentang perjalanan dengan sesekali menunjukkan beberapa ekor anjing laut
yang berenang di dekat kapal. Semua petugas dan pemandu yang melayani kami di
kapal, demikian pula para petugas dan pemandu wisata di pulau, sebagian besar
adalah mantan tahanan politik yang pernah dipenjara di pulau Robben.
Pukul 10.10, Pulau Robben sudah nampak jelas dari kapal.
Mula-mula nampak kubah berwarna hijau makin lama makin jelas seperti sebuah
masjid. Di sampingnya berdiri tegak menara segi empat, belum jelas menara apa.
Tapi bukan seperti menara masjid.
Kapal WE DO TOURISM merapat di dermaga pelabuhan John
Murray, dan alhamdulillah bismillah, kami menjejakkan kaki di pulau Robben,
tanah tempat salah seorang pejuang Nusantara dibuang kuranglebih 271 tahun yang
lalu, yang kemudian wafat dan dimakamkan tahun 1754. “Kami datang Eyang, untuk mengunjungimu. Untuk menghormati dan berdoa
untukmu wahai Pahlawan kami.”
Segera kami disambut
bentangan mural yang bernuansa biru dengan berbagai gambar, foto dan
slogan perjuangan, dengan tema utama “FREEDOM
CANNOT BE MANACLED! KEMERDEKAAN TIDAK AKAN DAPAT DIBELENGGU”. Penulis
berfose membentangkan tangan tepat di depan tulisan RELEASE.
Foto: (1) Gedung Museum Nelson Mandela sekaligus dermaga untuk naik kapal ke dan dari Pulau Robben. (2). Berfoto di dermaga sebelum naik kapal, diabadikan oleh fotografer Museum. (3). Kapal ferry yang membawa kami berlayar ke dan dari Pulau Robben. (4). Berforo di depan pintu penjara bersama NToza Talakumeni, pemandu wisata dan mantan teman tahanan Nelson Mandela.
Catatan:
Seri tulisan ini merupakan Bagian III dari seri tulisan PARA PAHLAWAN
NUSANTARA
DI AFRIKA SELATAN. Bagian ini menceritakan perjalanan wisata ziarah ke
negeri yang di dalam pelajaran sejarah disebut Tanjung Harapan.
Bagaimana menuju negeri tersebut, memesan hotel, kendaraan, mencari
pemandu wisata dan makanan halal serta mengamati tempat-tempat yang kita
kunjungi. Semoga anda wahai pembaca memperoleh anugerahNya untuk
berwisata menziarahi para pahlawan kita di negeri orang nun jauh ini.
Aamiin. (Bersambung).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda