Rabu, 04 April 2018

PARA PAHLAWAN NUSANTARA DI AFRIKA SELATAN, dari Madura untuk Nelson Mandela (13) Tuan Guru Pangeran Tidore


 Pangeran Dari Tidore Cikal Bakal Kampung Melayu.

 




Menyusul jejak Pangeran Cakraningrat, bangsawan Nusantara berikutnya yang dibuang ke Cape adalah Pangeran Abdullah Kadi Abu Salam dari Tidore, tiba pada 6 April 1780 bersama Callie Abdul Rauf, Noro atau Nurul Imam dan Badrodien. Seperti Cakraningrat, Pangeran Abdullah ditahan di pulau Robben.
Selama dibuang di pulau Robben, ia menulis beberapa catatan tentang Islam dan membuat mushaf atau menyalin kitab suci Al Qur’an semata-mata hanya berdasarkan ingatannya, yang terus dirawat sampai sekarang. (Guide to the Kramats of the Westren Cape halaman 40). Catatannya tentang yurisprudensi hukum Islam yang diselesaikan tahun 1781, dihimpun menjadi buku “Ma’rifat Al Islam wal Iman” .

Setelah menghuni penjara pulau Robben selama 12 tahun, pada tahun 1792 ia dibebaskan dan selanjutnya tinggal di Dorp Street di Cape Town, yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi wilayah muslim utama di Cape Town, yang dikenal sebagai Bo-Kaap, Tanah Baru. Nama Tanah Baru ini adalah nama sebenarnya yang berlaku di Cape Town, dan bukan nama yang diterjemahkan oleh penulis.Cerita tentang masyarakat dan Pangeran Abdullah ini juga bisa dijumpai di bab-bab lain dari laporan perjalanan ini, misalkan pada bab "Masyarakat dan Tokoh Keturunan Nusantara" serta bab "Imam-Imam Nusantara."

Di Tanah Baru, tahun 1793 Imam Abdullah mendirikan sekolah muslim atau madarasah yang merupakan sekolah muslim pertama. Pada tahun 1807 sekolah ini mengajar  372 budak dan bekas-bekas budak yang sudah bebas, dan tahun 1823 berkembang menjadi 491 orang. Dalam mengembangkan dakwahnya, Imam Abdullah kemudian lebih dikenal dengan nama Tuan Guru.   
Ia memperoleh dukungan kuat dari Joudan Tappan asal Cirebon, serta seorang imam yang bernama Achmat yang berasal dari Bengale, India. Tuan Guru juga memiliki dua pengikut yang  cukup menonjol yaitu Abdul Bazie dan Abdul Barrie. Di Tanah Baru, Tuan Guru menikah dengan Ka’ieja van de Kaap dan memiliki dua putera yakni Abdul Raqiep dan Abdul Rauf.

Cape Town pada periode itu banyak memiliki budak yang berasal dari Jawa.  Antara tahun 1834 -1835 saja di wilayah Hottentots Holland  ada 532 budak yang terdiri dari  84 anak-anak usia di bawah 6 tahun, 265  budak lelaki dan 183 perempuan.

Foto ilustrasi adalah suasana di madarasah, lukisan karya George French Angas tahun 1835, diambil dari buku Bo-Kaap & Islam. (Bersambung).


0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda