Pangeran Dari Tidore Cikal Bakal Kampung Melayu.
Menyusul jejak Pangeran Cakraningrat, bangsawan
Nusantara berikutnya yang dibuang ke Cape adalah Pangeran Abdullah Kadi Abu
Salam dari Tidore, tiba pada 6 April 1780 bersama Callie Abdul Rauf, Noro atau
Nurul Imam dan Badrodien. Seperti Cakraningrat, Pangeran Abdullah ditahan di
pulau Robben.
Selama dibuang di pulau Robben, ia menulis beberapa
catatan tentang Islam dan membuat mushaf atau menyalin kitab suci Al Qur’an
semata-mata hanya berdasarkan ingatannya, yang terus dirawat sampai sekarang. (Guide to the Kramats of the Westren Cape
halaman 40). Catatannya tentang yurisprudensi hukum Islam yang diselesaikan
tahun 1781, dihimpun menjadi buku “Ma’rifat
Al Islam wal Iman” .
Setelah menghuni penjara pulau Robben selama 12 tahun,
pada tahun 1792 ia dibebaskan dan selanjutnya tinggal di Dorp Street di Cape
Town, yang kemudian tumbuh dan berkembang menjadi wilayah muslim utama di Cape
Town, yang dikenal sebagai Bo-Kaap, Tanah Baru. Nama Tanah Baru ini adalah nama
sebenarnya yang berlaku di Cape Town, dan bukan nama yang diterjemahkan oleh
penulis.Cerita tentang masyarakat dan Pangeran Abdullah ini juga bisa dijumpai di bab-bab lain dari laporan perjalanan ini, misalkan pada bab "Masyarakat dan Tokoh Keturunan Nusantara" serta bab "Imam-Imam Nusantara."
Di Tanah Baru, tahun 1793 Imam Abdullah mendirikan
sekolah muslim atau madarasah yang merupakan sekolah muslim pertama. Pada tahun
1807 sekolah ini mengajar 372 budak dan
bekas-bekas budak yang sudah bebas, dan tahun 1823 berkembang menjadi 491
orang. Dalam mengembangkan dakwahnya, Imam Abdullah kemudian lebih dikenal
dengan nama Tuan Guru.
Ia memperoleh
dukungan kuat dari Joudan Tappan asal Cirebon, serta seorang imam yang bernama
Achmat yang berasal dari Bengale, India. Tuan Guru juga memiliki dua pengikut
yang cukup menonjol yaitu Abdul Bazie
dan Abdul Barrie. Di Tanah Baru, Tuan Guru menikah dengan Ka’ieja van de Kaap
dan memiliki dua putera yakni Abdul Raqiep dan Abdul Rauf.
Cape Town pada periode itu banyak memiliki budak yang
berasal dari Jawa. Antara tahun 1834
-1835 saja di wilayah Hottentots Holland
ada 532 budak yang terdiri dari 84 anak-anak usia di bawah 6 tahun, 265 budak lelaki dan 183 perempuan.
Foto ilustrasi adalah
suasana di madarasah, lukisan karya George French Angas tahun 1835, diambil
dari buku Bo-Kaap & Islam. (Bersambung).
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda