Sabtu, 24 Mei 2014

Perhitungan (Primbon) Jawa, Contoh Kasus Calon Presiden - Calon Wakil Presiden




Boleh percaya boleh tidak, tapi tidak ada ruginya bila mengikuti nasihatnya.


Dalam membuat sesuatu penilaian terhadap seseorang dan sesuatu peristiwa, cara Jawa menggunakan berbagai metode yang dirumuskan berdasarkan pengalaman empiris ratusan atau bahkan ribuan tahun. Metode-metode itu antara lain neptu,  jam kelahiran, hari lahir atau weton, bulan dan tahun Jawa, wuku, pranotomongso, nogo dino, pal, paringkelan, poncosudo, kamarokam dan katuranggan (fisiognomi kalau menurut cara China).

Semua metode perhitungan yang dikenal umum sebagai primbon itu, kecuali katuranggan yang berpedoman pada ciri-ciri fisik dan cahaya serta aura orang, metode-metode yang lain didasarkan pada ciri dan sifat alam semesta yang sangat terinci, yang dianggap bisa memberikan pengaruh kepada seseorang atau sesuatu kejadian. Karena itu, perhitungan ini sesungguhnya bukanlah ramalan gaib, melainkan sebuah ilmu pengetahuan yang sudah teruji dalam jutaan kasus dalam kurun waktu yang panjang. Lantaran tulis-menulis belum menjadi tradisi yang ketat pada orang Jawa zaman dahulu, maka pengetahuan tersebut menyebar dari mulut ke mulut secara turun-menurun. Akibatnya bumbu cerita dan eksesnya tidak bisa dibendung, terutama bumbu-bumbu gaib.

Perhitungan Jawa menghasilkan perkiraan potensi diri dan potensi kejadian, yang disajikan dalam bentuk analisa “kekepan" atau kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman,  beserta antisipasi dan solusinya. Karena itu meskipun seseorang misalkan, memiliki potensi kelemahan dan peluang atau berpontensi terjadinya hal buruk , tidak otomatis semua potensi tersebut akan menjadi kenyataan, asalkan yang bersangkutan bisa tau dan memahami dirinya, selanjutnya dengan itu tau menempatkan dan tau membawa diri.   Demikian pula kemungkinan sebaliknya.

Sesunguhnyalah, perhitungan Jawa itu tidak ada bedanya dengan sebuah analisa SWOT (Strong-Weakness- Opportunity –Threat) di era modern ini, yang menggambarkan hal-hal baik seperti kekuatan dan peluang serta hal-hal buruk seperti kelemahan dan ancaman. Seseorang yang memahami kelebihannya dan bisa mendayagunakan dengan baik, lebih-lebih bisa menangkap serta memanfaatkan peluang yang timbul, sementara itu ia juga bisa mengatasi kelemahan dan membendung potensi ancamannya, maka orang tersebut akan sukses dan bahagia dalam kehidupannya.

Sebaliknya, orang yang tidak tau diri, tidak mengenal, tidak memahami dirinya, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman diri serta kehidupannya, tentu ia akan menjadi orang yang tidak bisa menempatkan diri dan tidak bisa membawa diri. Kekekuatan dan kelebihan dirinya dibiarkan sia-sia, kelemahannya tidak diatasi justru diobral dan ditonjol-tonjolkan, peluang baik disia-siakan, sedangkan ancaman marabahaya disongsongnya bahkan nyaris tanpa persiapan apa-apa. Maka celakalah hidupnya. Naudzubillah.

Dalam prakteknya, karena memang tidak mudah mempelajari semua metode, orang hanya membuat perhitungan berdasarkan satu metode saja, misalkan weton atau hari dan pasaran kelahirannya. Yang dimaksud hari itu ada 7 yaitu Ahad sampai Sabtu, sedangkan pasaran ada 5 yaitu Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi. Kombinasi hari dan pasaran akan menghasilkan jumlah 35 (tiga puluh lima) weton yang masing-masing akan berulang setiap 35 hari sekali.

Perkiraan keadaan dan analisa SWOT mana yang paling tepat. Tentu saja yang paling banyak menggunakan parameter perhitungan, alias menggunakan berbagai metode secara kombinasi, yang bisa saling melengkapi, mengisi dan memperkuat. Namun demikian itu tidak mudah, sebab memerlukan kecermatan tinggi.

Berikut ini saya sajikan sebuah analisa tentang pasangan Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Republik Indonesia yang pendaftarannya dilakukan pada tanggal 19 dan 20 Mei 2014 yang lalu. Agar tidak memihak, saya akan sajikan gambaran umum secara singkat saja berdasarkan pengaruh alam terhadap peristiwa dan manusia pelaku peristiwa tersebut, dan tidak akan menyajikan analisa pribadi apalagi dengan menyebut nama orang.

Kedua pasangan Capres-Cawapres, selanjutnya saya sebut kandidat, sama-sama mempunyai pendirian yang kokoh dan tidak mudah goyah, yang mampu menarik perhatian serta mempengaruhi orang banyak. Mereka  royal, suka menghamburkan-hamburkan dana tidak menentu dan berpotensi mengalami kekurangan. Keduanya mudah jatuh hati, terpesona dengan orang atau tokoh. Kalau meminjam istilah play-boy, mereka mudah tergiur dengan wanita dan selalu berusaha memiliki bahkan merebutnya. Apabila tidak bisa menahan diri, akan menjadi sabet sana-sini, tubruk sana-sini.

Salah satu pasangan berpotensi bagaikan api yang berkobar panas, pencemburu dan cenderung membesarkan-besarkan perkara. Tetapi Gusti Allah memang Maha Adil, meski potensial panas, ia selalu siap membantu dan terbuka dalam menerima petunjuk dari orang yang dipercaya dan mempercayainya. Sedang yang satunya bagaikan bulan yang cenderung berbudi luhur dan mencintai kejujuran dan cerdas serta bertanggungjawab. Namun demikian ia pun mudah tersinggung bila disepelekan, dan jika sudah begitu bisa bagaikan bumi yang walaupun pendiam lagi terbuka hatinya bagi orang lain, tapi berpotensi bikin ribut pula.

Pengaruh wuku Galungan dan pranatamangsa Saddha  kepada kedua kandidat, memberikan sifat ramah dan tangkas dalam berkampanye, suka menghibur orang lain yang kesusahan, ingin cepat dalam menyelesaikan setiap tugas sehingga bisa grusa-grusu, gegabah lagi pula mudah gusar. Mereka bisa bagai burung elang yang bernafsu besar lagi ganas yang meluncur hendak menerkam anak kambing yang terikat. Menerkam, menerjang, menggilas apa saja.

Pasangan kandidat yang mempunyai ciri bulan, lebih suka menata rumahtangga negara dan mengembangkan pertanian. Mereka berpotensi menjadi penurut jika menemukan kecocokan, sehingga bisa menjadi sahabat yang baik tapi mudah dimanfaatkan orang. Sayangnya, juga sekaligus punya hawa kurang bisa membalas budi dan berani kepada atasan atau senior. Bila ini yang menonjol, sang penurut  bisa berubah menjadi susah diredakan.

Sementara itu Sang Api, sesungguhnya berpotensi terkendali jiwanya bila dikelilingi penasehat-penasehat yang dingin. Keahlian dan minatnya luas, tetapi ambisinya yang besar mudah mengundang para pendukung yang menyalakan emosinya. Seperti peribahasa “melik anggendong lali”, ambisi dan nafsu besar untuk memiliki sesuatu bisa membuat kita lupa diri, lupa segala hal baik. Orang bisa menjadi ganas, penghasut, pemfitnah dan berusaha mencapai kehendaknya dengan caranya sendiri. Naudzubillah.

Aura tahun membuat Pemilihan Presiden (Pilpres) ini bisa seperti sebuah drama petualangan yang berlangsung cepat dan campur aduk,  penuh romantisme, kegembiraan, impulsif, liar ugal-ugalan, sembrono, menguras tenaga dan dibayangi oleh frustasi serta kehampaan. Maka siapa yang bisa mengendalikan diri, dingin, jernih serta mengelola tim dengan baik akan bisa meraih kemajuan.

Oleh sebab itu yang harus diwaspadai oleh kedua kandidat beserta para pendukungnya adalah potensi mudah marah, cepat tersinggung dan besar irihatinya terhadap yang lain. Agar persaingan merebut RI-1 dan RI-2 berlangsung baik dan tidak memicu hura-hara besar, sebaiknya para kandidat mencari penasehat-penasehat yang dingin dan jernih bagaikan air dari telaga makrifat yang dalam dan tenang, serta sungguh-sungguh menghindari kampanye hitam, fitnah dan kecurangan. Kedua kandidat harus bisa menahan diri serta menghormati satu sama lain, mengendalikan para pendukungnya dan menghayati hakekat Sang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, serta taat dengan sesungguh-sungguhnya taat kepadaNYA.

Kalau saja pendaftaran bisa dilakukan antara hari Rabu – Sabtu (21 – 24 Mei 2014) potensi aura positif akan lebih besar.

Sementara itu masyarakat luas jangan mudah terpancing ikut memperkeruh suasana dengan menyebarluaskan fitnah dan kampanye hitam yang menyesatkan, yang bisa menimbulkan luka mendalam sekaligus dimurkai Gusti Allah Yang Maha Suci. Janganlah kita terpancing menjadi sok tahu, sok bersih, sok suci serasa memegang kunci pintu surga. Memang kita harus berani menegakkan amar makruf nahi munkar, namun hendaklah kita adil dan waspada, sungguh-sungguh tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bukan karena sekedar kata atau foto dan berita kiriman teman. Jangan lupa, kita masing-masing akan memanen buah perbuatan kita sendiri. Maka jika anda tidak ingin tersapu badai, janganlah suka menabur angin, menyebarkan gibah dan fitnah.

Para ulama nan bijak bestari dan TNI/Polri harus bisa berdiri tegak secara netral, menjadikan dirinya bagaikan air sejuk yang bisa mendinginkan suasana panas nan membara, dan bukan sebaliknya ikut-ikutan memperbesar nyala api permusuhan. Bisa menjadi bagaikan tali pengikat sapu lidi, bisa menjadi lem yang merekatkan serpihan-serpihan kayu atau tatal, menjadi sebuah tiang seperti tiang Masjid Agung Demak yang kokoh kuat. 

Aura abad,  bumi dan langit sungguh sedang kurang berpihak kepada negara kepulauan seperti Nusantara kita ini. Yang bila kita tidak hati-hati dan bijaksana dalam bertindak, bahaya perpecahan bangsa dan negara akan menerjang. Dalam kondisi yang seperti ini kita semua harus mengutamakan persatuan dan persaudaraan dengan pelukan kasih sayang yang menenangkan dan menenteramkan satu sama lain.

Demikianlah sahabatku, sekilas catatan selingan di tengah hiruk pikuk menjelang kampanye Pemilihan Presiden.

Jumat, 23 Mei 2014.