Minggu, 29 Oktober 2017

RESEP OBAT DALAM SERAT CENTHINI & PRIMBON JAWA

   Bismillahirrohmanirrohim.
Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Jawa, dikenal banyak sekali ramuan obat-obatan tradisional yang lazim disebut jamu atau bahasa Jawa halusnya jampi. Ada ramuan untuk ibu hamil dan bayi yang dikandungnya, ramuan untuk sehabis melahirkan, ramuan untuk sang bayi, ramuan untuk membuat hubungan suami isteri menjadi harmonis saling memuaskan serta membahagiakan satu sama lain, ramuan untuk aneka penyakit sampai ramuan dupa setanggi menjaga jenazah yang belum dikuburkan agar aroma ruangan tempat jenazah di semayamkan wangi semerbak.

Ramuan atau resep obat tradisional tersebut dimiliki banyak orang-orang tua di zaman dulu sebagai catatan pribadi dan di buku-buku primbon. Sedangkan yang tertuang dalam bentuk tembang, bisa dijumpai dalam Serat Centhini Bagian atau juz XIII, Bab 251 sampai 253.

Serat Centhini atau juga disebut Suluk Tambanglaras atau Suluk Tambangraras-Amongraga, merupakan salah satu karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa Baru. Serat Centhini oleh para ahli sastra sering disebut sebagai Ensiklopedi Jawa, karena menghimpun segala macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa, yang disampaikan dalam bentuk tembang, dan penulisannya dikelompokkan menurut jenis lagunya.

Serat atau kitab setebal lebih dari 4000 halaman dalam huruf dan bahasa  Jawa yang dihimpun menjadi 12 jilid ini, digubah oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom, putra Susuhunan atau Sunan Pakubuwana IV di Surakarta, , yang kemudian bertakhta menggantikannya sebagai Susuhunan Pakubuwono V (1820 – 1823M). Ia dibantu oleh tiga orang pujangga senior dan sejumlah pujangga lainnya, yang demi penyusunannya, harus disebar mengembara ke berbagai daerah termasuk menunaikan ibadah haji. Mereka adalah Raden Ngabehi Ronggosutrasna, Raden Ngabehi Yosodipuro II dan Raden Ngabehi Sastrodipuro.

Ronggosutrasno bertugas menjelajahi pulau Jawa bagian timur, Yosodipuro II bertugas menjelajahi Jawa bagian barat, sedangkan Sastrodipuro bertugas menunaikan ibadah haji dan menyempurnakan pengetahuannya tentang agama Islam , yang kemudian mengganti nama menjadi K.H.Ahmad Ilhar.Sengkala Serat Centhini, berbunyi paksa suci sabda ji yang berarti tahun Jawa 1742 atau 1814 Masehi, masih dalam masa pemerintahan Sunan Pakubuwana IV (1813 – 1820M ). 
 
Tiga bab dari Serat Centhini yang membahas tentang obat-obatan tersebut ditembangkan dalam Sekar Lonthang sebanyak 78 bait, tembang Balabak 36 bait dan tembang Salisir 40 bait. Pujangga Raden Ngabehi Ronggowarsito dalam serat Mardowo membagi tembang-tembang Jawa ke dalam tigsa golongan, yaitu Tembang Gedhe atau Sekar Ageng, Tembang Tengahan dan Tembang Mocopat atau Sekar Alit. Tembang Lonthang dan Balabak termasuk dalam Tembang Tengahan yang memiliki aturan seperti tembang macapat yaitu guru lagu dan guru wilangan. Namun, cengkok dan lagunya menggunakan Sekar Ageng atau Tembang Gedhe.

Sedangkan Salisir adalah “cakepan gerongan/sindhenan” yang pada umumnya berupa “wangsalan”, saling bebas berpantun sahut-menyahut, berupa empat larik/baris dari Tembang Gedhe. Gerongan yang paling populer atau sering digunakan dalam seni karawitan atau gamelan Jawa adalah sebagai berikut:

Parabe Sang Smarabangun,
sepat domba kali Oya,
aja dolan lan wong priya,
gung remeh (gerameh) nora prasaja,” 

     Garwa Sang Sindura Prabu,
        wicara mawa karana,
        aja dolan lan wanita,
     tan nyata asring katarka”  dan seterusnya.

RESEP OBAT DALAM SERAT CENTHINI.

Berikut ini beberapa contoh racikan atau resep obat dalam Serat Centhini:

Dalam Tembang Lonthang.

Jampi benter-etis, wonten kawan warna, kang sawarna: sedhah kapanggih rosira, bengkle dlingo ron ringin temu langya.

Kang dwi warni: ebungipun pisang saba, podhisari murmak dagi asem kresna, apan sami binorehaken sarira.

Katri warni apan namung aben tiga, temu kunir brambang binenem punika,
ugi sami binorehken patrapiro.

Catur warni nanging den-unjuk punika: beras adas kunci mrica kumukusnya, brambang cabe gendhis sawatara.

Bab 251 yang terdiri dari 72 bait tersebut, mengisahkan pengembaraan  rombongan Mas Cebolang, menuju sebuah daerah yang dari jauh memancarkan cahaya. Setelah didekati cahaya tersebut hilang, namun di tempat itu mereka bertemu dengan  Ki Wanakarta dan isterinya yang sangat mumpuni dalam ilmu pengetahuan. Mereka berguru tentang berbagai hal kehidupan manusia, antara lain obat-obatan. Contoh empat bait di atas adalah obat untuk orang sakit panas tinggi tetapi badannya menggigil kedinginan, berupa empat macam obat.

Dalam Tembang Balabak.

Ki Saloka tanya malih mring ni wisma, jampine, ingkang tumrap dumatheng jaler kewala, pedahe, bilih wonten enggal kawedharena, saene.

Nyai wisma mesem lah ngangkah punapa, sarehne, tiyang sepuh wus nir walangsangkerira, milane, kula weca usada tumrap priya, clemede.

Jampi apes: lung pare tri punggel lawan, benglene, tigang iris pinipisa ingkang lembat, nulya ge, ingurutken dhumateng dedakira, wratane.

Catatan: Bab 252 Serat Centhini ini banyak memberikan berbagai ramuan obat kuat bagi pria. Namun karena agak seronok, maka hanya saya kutipkan satu contoh saja. Bagi yang berminat lebih jauh silahkan membaca langsung dari Serat Centhininya.

Kagem loloh: bendha laos wewahira, bendhane, ingatengan among satunggal kalawan, laose, sapalihe (n)dhas-ayam mung tumrap wreddha, ekase.

Bilih mencret: brambang puyang eron sabrang, wewahe, sadayeku pinipis sareng sadhekan, ingombe, amung bendha laos punika inguntal, patrape.
Bab 252 yang terdiri dari 36 bait itu, menceritakan dialog Ki Saloka yang sambal senyum malu menanyakan resep obat kuat bagi kaum pria kepada Nyi Wanakarta, yang kemudian menjelaskan berbagai jenis resep.

Dalam Tembang Salisir.

Sampun jinentreh sadaya, nyi wisma malih wacana, humanduke kang usada, mrih istijab utaminya.

Saestu kedah ngupaya, ari wuku tigang dasa, pinilih kang pratelakna, asung usada waluya.

Kemis Legi wuku Sinta, lenggahe anjampenana, sakit mripat punika, saestu dadya waluya.

Ngat Kliwon Tolu wukunya, punika usadanana, sadhengah raga tiarda, tartamtu dumadya mulya.

Slasa Wage Gumbreg ika, lenggahe anjampenana, tiyang ewah kang saking raga, mantuka engetanira.

Bab 253 yang terdiri dari 40 bait di atas, menguraikan perihal waktu yang paling tepat buat mengobati sesuatu jenis penyakit, yang dilanjutkan dengan  nasihat mengenai watak, sifat dan perilaku manusia, misalkan yang suka padu, yaitu berantem baik mulut maupun fisik seperti anjing; manusia yang sok berlagu seperti badak, manusia yang sok mengandalkan kebesaran dirinya bagaikan gajah dan lain sebagainya seperti contoh berikut:

Yen jalma sok dhemen padu, punika kawongan asu, lamun ginitikan iku, tan na nulung ngaru-biru.

Wong ladak kawongan warak, kumalungkung ngoyak-ngoyak, tan welas ragane gupak, endhut temah gelis rusak.

Agahan kawongan gajah, ngendelken gung luhur miwah, telale gadhinge branggah, blaine lali ing tingkah.

Resep Obat Dalam Primbon.

Masyarakat Jawa memiliki sejumlah Primbon yaitu semacam buku pintar, yang berisi berbagai hal yang menyangkut kehidupan termasuk obat-obatan, yang disusun berdasarkan pengalaman atau data empiris, yang dihimpun dari masa ke
masa baik secara tertulis maupun secara tutur. Satu kelemahan dalam hal obat-obatan, sampai sekarang belum banyak yang didukung dengan uji klinis secara modern, padahal dalam kehidupan sehari-hari kita jumpai berbagai merek obat dan aneka jamu tradisional. Sebagai koleksi masyarakat umum, dan bukan karya sastra, tentu saja ramuan tersebut tidak disajikan dalam bentuk tembang.

Dari sekian banyak resep obat, yang terbanyak adalah obat untuk kesehatan pasangan suami isteri atau obat untuk pria dan wanita dewasa. Dari berbagai sumber, penulis menghimpun untuk pria dan wanita masing-masing tidak kurang dari 60 jenis obat. Mengapa? Karena mereka adalah tiang utama rumahtangga atau keluarga, sehingga harus sehat dan kuat lahir batin. Obat-obatan itu mencakup banyak hal, mulai dari kesehatan fisik secara umum, menjaga kebugaran, menjaga bau badan dan semua hal yang di sekitar babahan hawa sanga (sembilan lubang manusia), resep untuk mencapai hubungan badan suami isteri supaya harmonis dan saling memperoleh kepuasan serta saling  membahagiakan, resep agar memiliki keturunan yang sehat, merawat ibu hamil serta bayi di dalam kandungannya, perawatan setelah melahirkan dan lain-lain, misalkan:

Jamu lemah syahwat:
Bahan-bahan: satu ons jahe, satu butir telur ayam kampong, satu butir jeruk limau/nipis yang besar, satu sendok makan kecap manis, satu sendok makan madu asli, tujuh butir merica dan tiga lengkuas.
Cara membuatnya, jahe diperas dan diambil airnya, telur dikocok sampai halus, jeruk diperas diambil airnya, merica ditumbuk halus, campurkan kecap dan madu kemudian dikocok sampai tercampur merata. Diminum sore atau malam hari menjelang berhubungan, sedangkan ampasnya diseduh dengan air hangat-hangat kuku untuk dibalurkan pada “senjata pria” setelah selesai berhubungan suami isteri.

Menjaga agar tubuh wanita langsing tapi padat berisi.
Secara umum, agar tubuh padat dan sehat adalah dengan mengurangi sebanyak mungkin minum sehabis makan, sehingga enzim serta bakteri sehat dalam perut bisa bekerja secara optimal, dan tidak menurun kadar kepekatannya karena air yang kita minum.  Khusus untuk wanita, buatlah segelas teh kental pahit yang dicampir air dari perasan satu butir jeruk nipis. Minumlah setengah gelas di pagi hari dan setengah gelas di sore hari.

Jamu agar wanita sehat dan mudah mencapai puncak kenikmatan.
Bahan-bahannya: adas pulosari 2 sendok makan, madu asli 2 sendok makan, kuning telur 2 butir, daun pepaya muda 3 lembar, merica hitam 10 butir. Adas pulosari dan merica ditumbuh sampai halus, demikian pula daun papaya ditumbuk halus dan diperas airnya. Campur sampai merata ketiga bahan tersebut dengan kuning telor, kemudian tambahkan madu dan aduk lagi sampai merata. Hasilnya diminum sekaligus seminggu sekali.

Obat batuk.
Banyak macam obat batuk, untuk itu saya ambilkan dua macam.
Pertama, parut kencur sampai halus dan peras airnya, kemudian campur dengan madu asli secukupnya. Bisa membuat sekaligus sampai memperoleh campuran sebanyak satu cangkir dan disimpan di kulkas. Sebelum diminum keluarkan dari kulkas agar tidak terlalu dingin. Untuk anak-anak minumkan satu sendok makan tiga kali sehari, sedangkan untuk dewasa dua sendok. Jika batuk parah, bisa sampai empat kali sehari.
Kedua, daun pare diperas diambil airnya, diminum seperti obat pertama.

Jamu sakit pinggang karena bekerja atau olahraga berat.
Ambil 8 lembar daun alpukat yang segar dan bagus, tidak terlalu muda dan juga tidak tua, direbus dengan  2 gelas air sampai menjadi tinggal satu gelas. Embunkan di malam hari, yaitu taruhlah di udara bebas yang aman dari berbagai gangguan dan kotoran agar bercampur dengan embun malam. Pagi hari diminum dan lakukan selama satu minggu.

Demikianlah sekedar contoh dari banyak ramuan obat tradisional, yang sayangnya, belum diuji secara klinis. Meskipun demikian secara umum, mencoba obat-obatan tradisional terutama ramuan herbal tidaklah terlalu mengkhawatirkan dibanding obat kimiawi. Sudah barangtentu kita bisa merasakan sendiri setelah dua atau tiga kali minum, apakah tubuh kita bisa menerima dan melanjutkan atau menolak dan menghentikan.

Hakikat Penyembuhan.
Di atas itu semua, dalam ajaran tasawuf Jawa yang sangat kental mewarnai Serat Centhini serta berbagai Primbon Jawa, ada satu ajaran yang menggariskan
bahwa ramuan obat yang kita akan gunakan, hanyalah salah satu sarana. Masih ada sarana lain seperti sudah disinggung dalam Bab 253 (Tembang Salisir). Di samping sarana, masih diperlukan jalan, yang berupa penyatuan secara harmonis antara cipta, rahsa dan karsa. Itu pun masih belum cukup. Demi memperoleh kesembuhan dan kesehatan yang barokah, harus dilandasi oleh hakikat penyembuhan, yakni kersaning Allah. Gusti Allah ngabulake. Dengan ijin dan ridho Gusti Allah Yang Maha Menyembuhkan hamba-hambaNya.
Bagaimana meraihnya? Insya Allah kita bahas dalam waktu yang tepat.
(Sumber: Serat Centhini, Bertasawuf Di Zaman Edan, Primbon Betaljemur Adammakna, Primbon Lukmanakim Adammakna, Aneka Resep Obat Kuno dan catatan keluarga). B.Wiwoho
* Materi Untuk Kajian & Latihan Seni Mocopat Seri ke 3, Paguyuban Suluk Nunsantara,  Sabtu Legi 8 Sapar 1951 (28 Oktober 2017).