Senin, 12 Maret 2012

MUBAHALAH, BERSUMPAH UNTUK MENGUJI KEJUJURAN.

JANGAN MENCEMOOH AJAKAN BERSUMPAH UNTUK MENGUJI KEJUJURAN: ADA DALAM AL QUR'AN.
Beberapa waktu yl kita menyaksikan drama peliputan media massa ttg kebohongan, kesaksian palsu & bersumpah. Bhkn seorang politisi non-muslim menantang politisi muslim yg ustadz bergelar Prof.Dr utk berani bersumpah atas nama agama masing2, guna membuktikan siapa yg bohong dan siapa yg jujur. Masya Allah. Pdhld dulu yg menantang spt itu Junjungan Kanjeng Nabi Muhammad kpd orang2 non muslim.

Dua hari belakangan ini media massa kembali diramaikan dengan tantangan mantan Bendahara Partai Demokrat, Nazaruddin, terhadap Ketua Umumnya, Anas Urbaningrum, untuk berani melakukan "sumpah pocong" demi membuktikan siapa yang bohong dan siapa yang jujur. Tantangan ini memperoleh banyak reaksi, namun pada umumnya bersikap sinis terhadap sumpah seperti itu.

Sesungguhnyalah, kejujuran dan sumpah mrpkn ajaran penting yg bernilai utama, shgg banyak disinggung dlm Al Qur'an. Kesaksian palsu misalkan, disinggung dlm Surat Al Furqaan: 72, sbg hal yg hrs dihindari oleh hamba-hamba Allah Yg Maha Pengasih. Sedangkan ttg bersumpah bahkan ditegaskan dlm Surat Ali Imran: 61 yg mengkisahkan bgmn Rasulullah menantang bersumpah + berdoa sungguh2 agar siapa yg berbohong beserta keluarganya utk segera dilaknat Allah (mubahalah).
Di Jawa, mubahalah ini dikemas sedemikian rupa menjadi amat sangat seram dan disebut Sumpah Pocong, krn yg bersumpah harus dalam keadaan dikafani (dipocong) layaknya orang meninggal.

Karena itu sebagai muslim, janganlah kita mencemoohkan mubahalah, atau ajakan bersumpah untuk menguji kejujuran. Mubahalah yang jelas-jelas ada di dalam Al Qur'an, nampaknya perlu direnungkan untuk diterapkan di zaman sekarang, tatkala kejujuran, sumpah jabatan, sumpah di pengadilan dll sudah tidak memiliki wibawa sama sekali. Kalau jujur, kenapa takut? Maasyaa-Allaahu la quwwata illaa billaah.
Beji, 12/3/2012.

APARAT PAJAK SEAKAN BERKONOTASI DENGAN PENYELEWENGAN

‎"APARAT PAJAK SEAKAN BERKONOTASI DENGAN PENYELEWENGAN", demikian pendapat Salamun AT, dlm bukunya "PAJAK, CITRA DAN BEBANNYA". Beliau adl mantan Dirjen Pajak (1981-1988), salah seorang tokoh yg berhasil mereformasi berbagai peraturan + UU Pajak warisan Belanda, memancangkan tiang-tiang pondasi perpajakan Indonesia yg modern, sederhana serta lebih memberikan kepastian hukum bagi wajib pajak. Sekalipun tidak semua aparat pajak melakukan penyelewengan seperti itu, tulisnya, namun pengaruh negatifnya menyebar ke-mana2, dengan akibat generalisasi citra buruk terhadap perpajakan. Pd dasawarsa 80-an itu, pak Salamun berhasil memperbaiki citra buruk perpajakan, namanya harum dan populer, "tiada hari tanpa berita-berita tetang perpajakan". Sekarang, keharuman itu pupus dan kembali busuk. Bahkan, jangan2 nama beliau dan peranannya pun tidak dikenal oleh aparat2 pajak, lebih2 Gayus dan aparat sejenisnya. Menyedihkan????