Selasa, 09 Oktober 2018

Jenderal Yoga Tentang Sikon Menjelang G30S (5): Mencegah Konflik Horizontal






http://www.teropongsenayan.com/93179-jenderal-yoga-tentang-sikon-menjelang-g30s-5-mencegah-konflik-horizontal

Sementara itu, dekatnya hubungan Subandrio dengan PKI bisa diketahui dari sejumlah pernyataannya. Misalnya dalam sambutannya pada peringatan HUT ke-45 PKI, ia mengatakan PKI merupakan organisasi massa yang paling kuat di Indonesia, selain ABRI. Ia menyatakan agar PKI dan ABRI menjalin kerja sama dalam melaksanakan revolusi. Kedua kekuatan ini hendaknya menjadi comrade in arms.

BPI, sesuai Peraturan Presiden No. 8/1959, merupakan badan tertinggi bagi pemerintah dalam hal intelijen dan kedudukannya langsung di bawah Perdana Menteri/Presiden RI/Panglima Tertinggi. Dalam menjalankan tugasnya, Kepala dan Wakil Kepala BPI didampingi oleh kepala-kepala intelijen sipil dan militer. Mereka antara lain Kepala Jawatan Reserse Pusat pada Kejaksaan Agung, Kepala Dinas Pengawasan Keselamatan Negara pada Departemen Kepolisian Negara, Asisten I Kepala Staf Angkatan Darat, Perwira GO II Staf Angkatan Laut, Direktur Intelijen Angkatan Udara, serta Kepala Staf Biro Keamanan pada Staf Menteri Keamanan/Pertahanan.

Posisinya yang sangat penting mengkoordinasikan kegiatan badan-badan intelijen memungkinkan Subandrio mencapai ambisi-ambisi politiknya. Kecondongan sikapnya pada kelompok komunis telah mempermudah infiltrasi orang-orang PKI di lingkungan aparat intelijen, termasuk di MBAD dan Kostrad. Penyusupan itu besar pengaruhnya pada arus informasi intelijen, yang sering digunakan untuk menimbulkan kesimpangsiuran.

Subandrio sangat aktif menyebarkan isu Dewan Jenderal, sebuah isu yang menurut pengakuannya di kemudian hari, ia peroleh dari Kepala Staf BPI Brigjen Pol. Sutarto. Ia tidak melakukan pengecekan atas informasi itu, tetapi justru menyebarluaskannya. Isu tersebut sejalan dengan penyebarluasan apa yang ia sebut sebagai Dokumen Gilchrist, yang di dalamnya disebutkan adanya our local army friends.

Dalam pemeriksaan terhadap dirinya beberapa waktu kemudian, tokoh ini tetap menyatakan bahwa dokumen tersebut sah, meskipun Ladislav Bittman, sang operator sesungguhnya yang berada di balik layar mengakui sebagai bagian dari operasi penyesatan. Bittman juga mengaku Pemerintah Praha menjalin hubungan yang kuat dengan Subandrio.

Demikian pula tentang “Operasi Palmer”, menurut Ladislav Bittman, dilancarkan mulai 1964, setelah munculnya gerakan-gerakan baru di Indonesia sejalan dengan gerakan menggayang setan-setan kebudayaan yang dilontarkan para budayawan PKI, termasuk ditujukan  untuk pelarangan terhadap film-film AS. Situasi itu merupakan kesempatan bagi Departemen D  menciptakan bukti korban-korban hidup yang melambangkan imperialisme AS.

William Palmer dipilih sebagai korban. Tokoh ini memiliki pergaulan yang luas di kalangan politisi Indonesia, selain sumber dana yang tidak kering-keringnya sehingga muncul sebagai sosok penjelmaan pengaruh AS dan sekaligus simbol kejahatannya. Menurut Bittman, Operasi Palmer semula hanya bertujuan untuk saling mengganggu dan mempersempit ruang gerak. Akan tetapi, hasilnya ternyata melampaui sasaran semula. “Kami berhasil baik dalam menggunakan saluran-saluran anonim untuk mengirimkan dokumen palsu dan informasi yang diputar balik kepada pemuka politik, organisasi massa, dan redaktur surat kabar Indonesia,” tulis Bittman.

Dalam operasinya, dinas intelijen itu telah menggunakan beberapa surat kabar luar negeri. Misalnya Ceylon Tribune yang pada tanggal 12 September 1964 melansir rencana Palmer untuk
melarikan diri ke Malaysia. Berita itu kemudian dikutip oleh sebuah surat kabar di Singapura, yang bahkan menyatakan bahwa jaringan spionase CIA di Indonesia menggunakan selubung AMPAI. Artikel itu menulis bahwa Palmer mempunyai hubungan dengan pemberontakPRRI, tokoh-tokoh Masyumi, dan politisi lain yang anti-Soekarno.

Reaksi yang muncul di Jakarta bukan sekadar dikutipnya tulisan-tulisan tersebut oleh beberapa surat kabar seperti Harian Rakyat dan Warta Bakti, melainkan juga mendorong aksi-aksi demonstrasi menyerang AS. Kantor AMPAI diserang massa PKI dan vila milik Palmer pun dijarah.

Radio Peking (sekarang Beijing) dan radio Moskwa yang mengarahkan siarannya kepada pendengar di Indonesia meningkatkan provokasinya. Di tengah membaranya kemarahan massa terhadap AS, diam-diam di Jakarta datang Jenderal Agayants, Kepala Departemen Berita-berita Palsu Dinas Intelijen Uni Soviet. Ia menyatakan puas terhadap keberhasilan Operasi Palmer yang dirancang bersama oleh dinas intelijen Soviet dan Cekoslowakia.

Pada masa setelah G30S, Subandrio lewat sejumlah pidato dan pernyataannya mencoba menutupi gerakan PKI itu. Ia bahkan mencoba menghasut massa untuk membalas setiap teror dengan teror. Sikapnya yang mengultuskan Bung Karno juga tecermin dalam tindakannya kemudian dalam upaya menghimpun para pendukung Bung Karno. Ia orang pertama yang menyebut kekuatan massa itu sebagai Barisan Soekarno.

Terhadap penggalangan untuk mendukung Bung Karno oleh kekuatan komunis ini, komunitas intelijen Angkatan Darat tidak tinggal diam serta dengan cepat melakukan antisipasi, dengan menyatakan seluruh kekuatan TNI ikut mendukungnya dan menginstruksikan seluruh komandan-komandan militer di daerah-daerah menjadi Komandan Barisan Soekarno di daerah masing-masing. Dengan demikian upaya mengobarkan konflik horizontal yang lebih besar antara massa pro komunis dan pendukung-pendukung setia Bung Karno yang ingin mempertahankan Bung Karno, dengan massa antikomunis yang sangat kecewa dengan Bung Karno, dapat dicegah karena segera bisa digembosi dari dalam, dan bukan dengan cara membasmi secara fisik.

Hubungannya yang sangat akrab dengan Bung Karno di satu pihak dan tuntutan massa untuk mengganyangnya di lain pihak membuat aparat intelijen dan keamanan harus bekerja ekstra-keras. Adalah amat mengkhawatirkan jika seandainya massa ataupun ada pihak-pihak tertentu yang balas dendam lantaran sakit hati, lantas membunuh Subandrio. Sebab, apabila ini terjadi, bukan tidak mungkin Bung Karno akan marah besar dan membela Subandrio secara habis-habisan. Ini berarti menyulut perang saudara yang sulit diperhitungkan kapan berakhirnya. Mengatasi Subandrio betul-betul ibarat menarik benang dalam tepung, tanpa tepungnya berantakan.

Subandrio akhirnya dapat ditangkap bersama 12 menteri lain yang berindikasi terlibat G30S/PKI pada tanggal 18 Maret 1966. Ke-13 menteri itu kemudian ditahan. Mereka adalah Chaerul Saleh, Setiadi Reksoprodjo, Soemardjo, Oei Tjoe Tat, Jusuf Muda Dalam, Armunanto, Soetomo Martopradoto, Astrawinata, Mayjen Achmadi, Letkol Imam Syafi’ie, J. Tumakaka, dan Dr. Sumarno. Dua menteri yang lain, yaitu Soerachman dan Achadi, untuk beberapa saat sempat meloloskan diri dari penangkapan.

Penangkapan tersebut dilakukan atas perintah Mayjen TNI Soeharto selaku pengemban Surat Perintah (SP) 11 Maret 1966. Sehari sebelumnya, 12 Maret 1966 PKI dibubarkan.
Para menteri itu memang menjadi sasaran kritik dari aksi-aksi mahasiswa yang berlangsung secara beruntun di Jakarta dan beberapa kota lain. Kebijakan pemerintah memotong nilai rupiah dari 1.000 rupiah menjadi satu rupiah pada tanggal 13 Desember 1965, kenaikan harga bensin dari empat rupiah menjadi 250 rupiah per liter, serta serangkaian harga baru yang ditetapkan pemerintah pada 3 Januari 1966 merupakan sasaran protes keras mahasiswa, pelajar, dan pemuda. Demikian pula hiper-inflasi yang mencapai 650 persen setahun, sangat memukul masyarakat.

Oleh karena itu, dalam kapasitasnya sebagai pengemban SP 11 Maret, Letjen Soeharto segera mengambil langkah-langkah untuk meredakan kejengkelan masyarakat, antara lain dengan membubarkan PKI dan menangkap sejumlah menteri yang diduga terlibat G30S.

Penangkapan terhadap Subandrio menyebabkan BPI kehilangan induk. Pengambilalihan gedung BPI di Jalan Madiun tidak bisa berjalan mulus karena beberapa orang pendukung Subandrio berusaha mempertahankan markas intelijen itu. Bentrokan senjata tidak bisa dihindari, tetapi para pendukung Subandrio dapat dilumpuhkan. Sekurang-kurangnya 21 orang ditahan. Setelah gedung itu diambil alih pada tanggal 12 Maret, Letjen Soeharto menugaskan Asisten I Menteri/Panglima AD Brigjen Sugih Arto menguasai sementara markas BPI guna menjamin kelancaran kegiatan intelijen (B.Wiwoho: Nomer 5 dari 5, dikutip dari buku: Jenderal Yoga, Loyalis Di Balik Layar halaman 107 – 111).








Minggu, 07 Oktober 2018

Jenderal Yoga Tentang Sikon Menjelang G30S (4): Penyesatan Informasi



 

http://www.teropongsenayan.com/93122-jenderal-yoga-tentang-sikon-menjelang-g30s-4-penyesatan-informasi


Masyarakat mengetahui bahwa Dr. Subandrio, Wakil Perdana Menteri (Waperdam) yang merangkap Menlu dan Kepala Badan Pusat Intelijen (BPI), merupakan tokoh kesayangan Presiden Soekarno. Ia juga tokoh yang sering mendengungkan sikap mengultuskan Bung Karno. kebijaksanaannya lebih condong pada PKI sehingga banyak produk intelijennya yang menguntungkan strategi PKI dalam menghadapi Angkatan Darat sebagai rival utamanya.

Penemuan yang ia lontarkan sebagai “dokumen” Gilchrist adalah salah satu bukti permainan intelijennya, tapi sekaligus ia juga jadi objek perang intelijen global, untuk mendukung sasaran-sasaran politisnya mendiskreditkan pimpinan Angkatan Darat.

Dokumen yang beredar luas di masyarakat tersebut selengkapnya berbunyi:

Top secret
Sir Harold Caccia
March 24, 1965.

I discussed with the American Ambassador the question set out in your letter No. 67786/85. The Ambassador agreed in principal with our position but asked for time to investigate certain of the matter.

To my question on the possible influence of Bunker’s visit to Jakarta the ambassador stated that he saw no chance of improving the situation and that there was there fore no reason for changing
our joint plans.

On the contrary the visit of the United States President’s personal envoy would give us moretime to prepare the operation in the utmost detail.

The ambassador felt that further measure were necessary to bring our efforts into closer agreement. In this connection he said that it would be useful to impress again on our local army friends that
extremely dicipline and coordination of actions were essential for the success of the enterprise.

I promise to take all necessary measures. I will report my own views personally in due course.
Gilchrist

Dokumen palsu tersebut di kemudian hari diakui oleh agen utama Ladislav Bittman dari operasi intelijen bersama Uni Soviet dan Cekoslovakia, dalam bukunya The Deception Game. Ladislav
Bittman berasal dari Departemen D Dinas Intelijen Cekoslovakia. Adapun Departemen D yang bertugas melakukan deception atau penyesatan informasi kepada pihak lawan, khususnya negara-negara Barat, sering dijuluki pula sebagai “Department Of Dirty Trick”.

Khusus untuk menghancurkan reputasi Amerika Serikat dan mengobarkan rasa benci rakyat Indonesia, Departemen D menggarap Menteri Luar Negeri/Kepala Badan Pusat Intelijen Subandrio melalui diplomat-diplomat Indonesia di luar negeri. Operasi intelijen yang dilancarkan sebagaimana sudah disinggung sebelumnya adalah Operasi dokumen palsu Gilchrist.

Dalam perang urat syaraf dengan berbagai varian dan turunannya, dokumen Gilchrist yang beredar luas di masyarakat menjelang pertengahan tahun 1965 seperti dikutip di atas, pun telah mengalami perubahan dan penyesatan dibanding dokumen awal yang dilempar oleh Ladislav dan kawan-kawannya. Surat palsu yang seolah-olah ditulis oleh Duta Besar Inggris di Jakarta kepada Wakil Menteri Luar Negeri Inggris di London Sir Harold Cassia tersebut adalah sebagai berikut:


   I have held discussion with United States Ambassador Jones about the matters contained in letter No.67785-65. U.S. Ambassador Jones has in principle agreed with our stand. However, he asked for more time to study the matters from several other angles.

  In reply to a question about the possible influence of the  visit made by Bunker, President Jhonson’s personal envoy, to Djakarta to discuss the improvement of American–Indonesian relation, the Ambassador said that he did not see any possibility for improving the situation, and that it would not alter the plan, but that on the contrary, it would provide time to make more thorough preparations

Ambassador Jones also recalled the necessity of new steps to effect better coordinations and said that there was no need to emphasize the necessity of making the plan a success. I have promised to make
necessary preparations, and I will report may view on the subject a later date.

Perbedaan menyolok atas kedua dokumen tersebut adalah adanya kalimat our local army friends pada dokumen yang beredar luas di masyarakat kala itu. Tapi begitulah perang urat syaraf dengan aneka variasi penyesatan dan framing atau kerangka dan bentuk informasi yang diharapkan diserap mayarakat luas.

Sudah barang tentu, baik Pemerintah Amerika Serikat maupun Inggris membantah keras kebenaran dokumen tadi, dan menyebutnya sebagai omong kosong. Akan tetapi, kebohongan yang diulang terus-menerus dalam perang opini dan penggalangan citra kali ini secara telak dimenangkan oleh Uni Soviet dan Cekoslovakia. Suratkabar PKI Harian Rakyat tanggal 9 Juli 1965 menulis: “Kami yakin bahwa kaum imperialis, dengan segala kelicikan dan tipumuslihatnya, akan menyangkal maksud agresinya sendiri.”

Amerika Serikat dan sekutunya tidak tinggal diam. Mereka membalas antara lain dengan mempersulit impor kebutuhan bahan pokok oleh Indonesia terutama beras, serta menekan rupiah sehingga nilai tukar valuta asingnya terus merosot. Akibatnya, hanya dalam tempo satu dua bulan harga beras di dalam negeri melejit beberapa kali lipat.

Demikianlah, sekuasa-kuasa penguasa dengan berbagai skenarionya, akhirnya Tuhan Yang Maha Kuasalah yang menentukan. Kemenangan dalam Deception Games dari Departemen of Dirty Tricks itu tidak terlalu lama menggembirakan baik Uni Soviet maupun Cekoslovakia, karena Presiden Soekarno dan Partai Komunis Indonesia ternyata lebih condong, lebih memilih RRC dibanding mereka lantaran janji-janji RRC untuk mendukung konfrontasi dengan Malaysia dan membentuk Angkatan V berikut persenjataannya, sehingga meletuslah Gerakan 30 September, yang kemudian mereka anggap sebagai bumerang.

Kasus ini memberikan pelajaran kepada kita pertama, betapa dahsyatnya perang urat syarat ataupun perang opini. Sehingga kita harus kuat dalam menggalang ketahanan di bidang ini, lebih-lebih melihat perkembangan teknologi informasi semenjak Perang Dunia II yang terus berkembang  secara sangat pesat  pada akhir abad ke-20. Sebagai contoh, komputer yang dalam Perang Dunia II sudah mulai digunakan dengan ukuran sebesar lapangan bola, pada akhir dasawarsa 1980an sudah menjadi hanya sebesar mesin tik, dan nampaknya belum akan berhenti sampai di situ. Kedua, Indonesia baik secara geografis, geopolitik, geostrategis, dan potensi kekayaan alamnya sangat penting bagi percaturan dunia global. Oleh sebab itu diperkirakan tidak akan pernah sepi dari perebutan pengaruh oleh para penguasa ekonomi keuangan termasuk negara-negara besar baik blok Barat, Timur maupun Utara. Karena itu pula kita harus selalu bisa mengantisipasi dan melawannya.

Permainan intelijen terutama dari luar negeri dengan perang urat syaraf dan penyesatan-penyesatan informasi yang penuh tipu muslihat, serta didukung oleh media-media massa dengan pemberitaan dan analisa yang sudah dibingkai dari semenjak awal tersebut, hendaknya menjadi catatan penting dalam sejarah , supaya tidak terulang kembali di masa depan. Sebagai negara kepulauan yang multi etnis dan agama, yang rentan untuk diadu domba, kita harus senantiasa waspada terhadap perang intelijen yang varian-variannya diperkirakan akan semakin canggih (B.Wiwoho: Nomer 4 dari 5, dikutip dari buku: Jenderal Yoga, Loyalis Di Balik Layar halaman 104 -107).