Kamis, 07 Mei 2020

Spiritual Journey Menghambur Dalam Pelukan Allah.


Spiritual Journey Menghambur Dalam Pelukan Allah.

Oleh : B.Wiwoho.
Wabah Corona berhasil mengguncang kehidupan manusia, bahkan membuat kita semua cemas. Padahal setiap kita merindukan kehidupan yang bahagia lahir dan batin. Bagaimana kita menghambur dalam pelukan kasih sayangNya,  pada masa-masa penuh ketidakpastian seperti  sekarang?

Ada dua kejadian besar dan penting yang kini sedang kita alami sekaligus, yakni pageblug Corona dan puasa Ramadhan.  Virus Corona yang menyerang penduduk dunia sejak akhir 2019, telah membuat sebagian besar kita di Indonesia lebih banyak mengkarantina diri di rumah hampir dua bulan, disusul dengan puasa Ramadhan semenjak 24 April lalu.

Virus Corana, makhluk Allah yang tak bisa dilihat dengan mata telanjang, berukuran super kecil  dengan diameter 125 nanometer atau 0,125 mikrometer (satu mikrometer samadengan 1.000 nanometer), berhasil mengguncang kehidupan manusia, bahkan membuat kita semua cemas. Padahal setiap kita merindukan kehidupan yang bahagia lahir dan batin.

Hidup itu sendiri, sunatullahnya adalah dinamis, jatuh bangun dan pasang surut. Ada orang yang sejak muda saleh dan kaya raya, hari tuanya bahagia, ternyata di akhir hayatnya terjebak dalam kehinaan, menderita lahir batin, dan tak punya waktu untuk bertobat, su’ul khotimah, naudzubillah.

Orang lain sejak muda sudah bergelimang dosa, pada usia tua kenakalannya menjadi-jadi, eh, pada bagian akhir episode hidupnya memperoleh hidayah Allah, hidup khusyu dan meninggalkan dunia fana dengan tenang diiringi ridha Tuhan, husnul khotimah.
Setiap kita tiada yang mampu menjamin bagaimana akhir karier dan perjalanan hidup kita, husnul atau su’ul khatimah. Yang kita tahu dan yakini adalah Allah mendengarkan doa hamba-hambaNya. Allah antusias menyongsong hamba-hambaNya yang berusaha mendekat kepadaNYa. 

Bagaimana kita mendekat, menghambur dalam pelukan kasih sayangNya,  pada masa-masa penuh ketidakpastian seperti yang kini tengah kita alami? Penulis teringat arahan MbahYai atau Puang Kyai Prof.Ali Yafie, yang kemudian sempat kami jadikan kegiatan bulanan pada dasawarsa 2000an, yakni melakukan Spiritual Journey, Siyahah Ruhiyyah atau perjalanan spiritual. Lebih lengkap ikuti:
https://panjimasyarakat.com/2020/05/07/spiritual-journey-menghambur-dalam-pelukan-allah/

Jumat, 01 Mei 2020

MENGEMBALIKAN ANAK YATIM PIATU KEPADA AYAHBUNDANYA.


Mengembalikan Anak Yatim Piatu Kepada Ayah Bundanya.

Oleh: B.Wiwoho

Dari sekian banyak dampak wabah Corona, yang nampak paling dirasakan sebagian besar masyarakat, tak peduli kaya miskin, adalah menghentikan mobilitas orang dari satu tempat ke tempat lain. Corona memaksa orang untuk berdiam di rumah, nyaris seperti kehidupan manusia purba yang hidup terbatas di dalam goa tempat tinggalnya.

Kini anak-anak harus belajar dari rumah saja, sementara orangtuanya pun demikian, bekerja dari rumah. Kumpul-kumpul di batasi tak lebih dari lima orang, pergerakan di awasi, jarak fisik antara yang satu dengan yang lain juga diatur.  Bahkan meski suami isteri duduk di mobil juga harus berjarak. Jika yang satu jadi sopir, yang lain duduk terpisah di jok belakang bagaikan sopir dan tuannya. Penumpang mobil jenis sedan tak boleh lebih dari dua, kecuali ada hal yang memaksa.

Dampak spontan negatif seperti tutupnya mata pencaharian bagi para pekerja harian, sektor informal dan jasa pariwisata serta restoran, otomatis terjadi, memprihatinkan. Namun di samping itu, saya jadi tersentak dengan keprihatinan selama ini terhadap pola hidup banyak  warga Jabodetabek dan kota-kota besar lainnya.

Entah lantaran desakan kebutuhan hidup atau tuntutan pesona dunia yang tak pernah ada batas kepuasannya, banyak orangtua, baik suami-isteri atau minimal sang suami yang terpaksa mencari nafkah dengan berangkat sekitar subuh dan pulang sesudah isya. Berangkat tatkala anak-anaknya masih tidur dan pulang ketika sebagian sudah tidur. Selama seharian, anak-anaknya menjalani kehidupan tanpa kedua orangtua, paling tidak tanpa ayah, bermain bebas dengan temannya bagaikan anak yatim, bahkan yatim piatu bagi yang bundanya juga sibuk di luar rumah.

Kualitas keluarga yang seperti apakah yang diperoleh dari pola hidup seperti itu, kecuali mengejar kebutuhan perut dan harta benda? Karena itu keterpaksaan belajar dan  bekerja dari rumah akibat Corona, juga membawa dampak positif bagi upaya merekonstruksi, menjadwal dan menata ulang pola kehidupan keluarga-keluarga bangsa Indonesia dan juga sebagian dunia. Corona telah mengembalikan anak-anak yatim piatu kepada ayah bundanya yang selama ini sibuk dengan dunianya sendiri, dan merasa telah cukup berbuat dengan hanya memenuhi kebutuhan duniawi anak dan keluarganya.

Mungkinkah keluarga yang samawa plus amanah tersebut dicapai oleh keluarga yang kedua orangtua dan anak-anaknya masing-masing sibuk sendiri? Sebuah tandatanya besar, bahkan tidak jika ukurannya hanya bagaimana memenuhi kebutuhan perut apalagi memuaskan dahaga pesona dunia yang takkan pernah terpuaskan. Lebih lengkap ikuti: 

https://panjimasyarakat.com/2020/05/01/mengembalikan-anak-yatim-piatu-kepada-ayah-bundanya/