Sabtu, 18 Januari 2020

MENGGALANG KEARIFAN dan PERADABAN NUSANTARA.


MENGGALANG KEARIFAN                             dan PERADABAN NUSANTARA.

Catatan : B.Wiwoho.

Ancaman Terhadap Peradaban dan Eksistensi Nusantara.
Gelombang Globalisasi yang berlangsung semenjak akhir abad ke 20, sebagai dampak berpadunya kekuatan modal dengan kemajuan ilmu-teknologi yang super canggih termasuk revolusi digital dewasa ini, adalah sebuah keniscayaan yang bisa berdampak positif maupun negatif. Namun demikian kecederungan besar yang terjadi adalah, Gelombang Globalisasi tersebut telah mengumandangkan musik jiwa yang menggalang alam pikiran manusia, untuk terpadu secara total pada dimensi rasionalitas yang memuja pesona dunia melalui kebutuhan-kebutuhan palsu yang menyihir.
Dimensi rasionalitas yang ditata dalam tiga sistem utama yakni sistem pasar bebas, sistem sosial politik demokratis yang individualis dan sistem sosial budaya yang lepas bebas, sudah mulai kita rasakan dampaknya dengan berkembangnya sikap dan gaya hidup masyarakat yang hedonis, individualis, pragmatis, materialis dan narsis.
Musik jiwa dimensi rasionalitas dengan 3 (tiga) paket sistem utama tersebut, menyerbu secara dahsyat negara-negara bangsa, dengan mengerahkan 17 (tujuhbelas) Divisi Perang yang menggempur setiap aspek kehidupan rakyat negara bangsa (Matriks Kapitalisme Global & Perang Semesta, terlampir).
Tiga Divisi Perang diantaranya menggempur secara langsung peradaban sesuatu bangsa termasuk Indonesia, terutama pada  aspek nasionalisme, sosial budaya, kearifan lokal, adat dan tradisi, agama serta spiritualisme. Dalam  hal nasionalisme, Gelombang Globalisasi berusaha melunturkan serta mendangkalkan nilai dan semangat nasionalisme sesuatu bangsa atau negara, mengobarkan separatisme dan disintegrasi, memecah-belah, menghancurkan militansi rakyat, menciptakan kesenjangan sosial ekonomi serta menyuburkan konflik horizontal dan vertikal.
Dalam aspek sosial budaya, Gelombang Globalisasi menggelorakan sex bebas dan sex sejenis, mengobarkan budaya hidup yang hedonistis-individualistis, pragamatis-materalitis dan narsistis, merusak dan menghancurkan bangunan tata nilai keluarga – kebersamaan – gotongroyong, merusak serta menghancurkan moral masyarakat, kebudayaan, adat, tradisi dan kearifan lokal,
Dalam aspek  agama dan spiritualisme, Gelombang Globalisasi mendangkalkan dan menghancurkan nilai-nilai moral spiritual dan kesalehan yang hakiki, melibas tradisi dan kearifan lokal yang memperkuat spiritualisme dan agama, menciptakan dan mengembangkan aliran-aliran sesat, mengembangkan sekularisme dan secara khusus melakukan deislamisasi terhadap pemeluk agama terbesar dan militan ini.
Gempuran dahsyat tersebut kini sudah bisa kita lihat pada pola pikir, perilaku, gaya hidup dan  bahkan peradaban masyarakat. Nampak jelas, masyarakat Indonesia kini  sedang mabok dalam alunan musik jiwa yang pragmatis, hedonis, individualis, materialis dan narsis. Kita mulai berubah menjadi masyarakat yang sangat egois, yang memuja diri sendiri, yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, khususnya agar bisa “berkuasa dan kaya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dengan segala cara.” Hidup kita menjadi boros, keras lagi mementingkan diri sendiri. Menjadikan kesalehan hanya sekedar sebagai formalitas.
Pola hidup masyarakat sedang berkembang pesat ke pola hidup yang sangat konsumtif berlebihan, serba mewah dan gemerlap, sehingga menjadikan negeri kita senantiasa defisit dalam neraca pembiayan dan perdagangan luar negerinya. Kita telah menjadi bangsa yang tekor lantaran pola hidup kita. Cobalah perhatikan barang-barang kebutuhan kita sehari-hari, mulai dari bahan pangan yang sangat sederhana seperti garam sampai dengan peralatan elektronik yang canggih, sebagian besar berasal dari impor. Demikian pula penguasaan sumber daya alam, seperti minyak dan gas bumi, mineral dan emas, hutan dan kebun kelapa sawit bahkan air minum dalam kemasan, pabrik semen, rokok dan toko-toko kelontong dan bahan pokok, juga dikuasai oleh modal asing atau pengusaha besar yang bekerjasama dengan asing. Sementara rakyat di sekitarnya tetap miskin. (http://bwiwoho.blogspot.co.id/2015/09/revolusi-mental-demi-mencegah.html , bahan seminar “Revolusi Mental Mewujudkan Ekonomi Berdikari, Fakultas Ekonomika dan Bisnis Unversitas Gajah Mada, 4 September 2015).
Revolusi Budaya Sebagai Keharusan.
Tata nilai kehidupan yang dibentuk oleh Kapitalisme Global tersebut, apabila tidak segera dihentikan dan diantisipasi, sudah pasti akan segera menghancurkan diri kita sendiri, bahkan meluluhlantakkan Indonesia sebagai negara bangsa. Hal itu sangat dimungkinkan sejalan dengan kekuatiran Prof.Dr.M.Sahari Besari, yang menyatakan sistem nilai serta struktur sosial masyarakat Indonesia ternyata tidak terkonstruksi untuk mengakomodasi, apalagi melawan, gelombang dahsyat globalisasi yang datang tanpa henti. (Teknologi di Nusantara, 40 Abad Hambatan Inovasi, M.Sahari Besari, Penerbit Salemba Teknika 2008, halaman 1).
Perubahan total atas tata nilai hedonis dan lain-lainnya tadi, bukanlah sekedar merupakan Revolusi Mental melainkan Revolusi Budaya, Revolusi Peradaban, yang sudah merupakan keharusan yang mendesak. Karena tata nilai hedonis dan sekutunya tersebut, pada hakikatnya adalah krisis moral bahkan krisis peradaban yang akan  membawa bangsa Indonesia masuk ke dalam pusaran krisis multidimensi yang besar, berat dan kompleks.
Karena kita tidak mungkin menghindar dari percaturan global, maka dengan membaca matriks terlampir tadi kita bisa menarik kesimpulan,  gempuran perang asymetris dengan alunan musik jiwanya masih akan terus berlangsung; oleh karena itu kita harus bergerak cepat, tepat dan  memadai. Jika tidak, maka  eksistensi kita sebagai negara bangsa di kawasan negeri maritim Nusantara Raya ini, yang terdiri lebih dari 300 etnis dengan ragam adat budaya masing-masing, yang tersebar di lebih 17.500 pulau akan sangat terancam.  
Salah satu potensi besar masyarakat yang bisa digalang untuk secepatnya melakukan pertahanan semesta menghadapi serbuan Divisi-Divisi Perang Globalisasi adalah masyarakat-masyarakat adat dan budaya dari lebih 300 etnis itu, termasuk Keraton-Keraton Nusantara.
Seluruh masyarakat adat dan budaya selaku pengemban amanah kearifan-kearifan lokal, harus segera bangun dari tidur lelapnya selama ini, bangkit kembali menggalang kekuatan bersama merajut kembali serta mengembangkan peradaban Nusantara Raya dalam arti seluas-luasnya, untuk selanjutnya mewujudkan Nusantara Raya sebagai negeri maritim yang aman tenteram, adil makmur, sejahtera dan jaya sentosa. Para tokoh masyarakat harus bangkit menghidupkan kembali budaya, budi dan daya serta kearifan-kearifan lokal suku-suku bangsa di Nusantara yang hidup rukun, damai, penuh toleransi, gotongroyong dan unggul dalam tata nilai kehidupan, seni dan ketrampilan. Para ulama harus bisa membumikan ajaran dan kesalehan umatnya dalam berbagai kegiatan dan perilaku amal saleh, dan bukan hanya sekedar kesalehan formal.
Langkah pertama yang seyogyanya bisa segara dilakukan adalah menghimpun dan melakukan konsolidasi gerakan atas segenap potensi adat, tradisi, keraifan lokal dan budaya Nusantara Raya.
Himpunan sekaligus gerakan ini harus bisa mewujudkan Nusantara Raya yang berlandaskan peradaban  negeri maritim yang aman tenteram, adil makmur, sejahtera jaya sentosa, dan bukan hanya sekedar forum silaturahmi serta festival seni budaya.
Peradaban mulia Nusantara Raya itu dicirikan antara lain:
1.Rakyatnya yang multi etnis, agama dan golongan hidup secara harmonis dalam suasana kebhinekatunggalikaan, yang juga berdiri sederajat secara harmonis dengan bangsa-bangsa lain di dunia dalam suatu tatanan dunia yang menjunjung tinggi prinsip kesetaraan dan nilai-nilai kemanusiaan.
2.Pembangunan tumbuh dan berkembang baik secara nasional maupun di daerah-daerah dan pulau-pulau, yang berbasis pada komunitas, keunggulan lokal khususnya Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia, kebudayaan dan kearifan Nusantara Raya serta kelestarian eko sistem, konservasi alam dan budaya.
Sebagai negeri maritim yang terletak di jalur khatulistiwa dengan ZEE (Zona Ekonomi Eksklusif) yang sangat luas,  maka pembangunan yang berbasis kemaritiman dan kedirgantaraan harus juga memperoleh prioritas utama.
Pembangunan yang seperti ini akan meningkatkan kemampuan rakyat dalam memanfaatkan sumber daya alam dan kearifan Nusantara Raya demi kemakmuran serta kesejahteraannya.

3.Masyarakatnya hidup sejahtera dan cerdas, berbudi pekerti luhur berdasarkan jatidiri, kearifan dan budaya bangsa sehingga membentuk peradaban Nusantara Raya yang mulia.

4.Tatanan poilitiknya menjunjung tinggi sistem perwakilan dan permusyawaratan yang antara lain ditandai dengan terwakilinya suku/etnis, adat-budaya,  golongan dan agama yang ada di Nusantara Raya dalam lembaga legislatif dan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
5.Pemerintahannya dikelola oleh birokrasi yang bersih, memiliki semangat pengabdian dan berdisiplin tinggi serta amanah.
Beberapa Contoh Kegiatan.
Guna mencapai serta mewujudkan Peradaban Mulai Nusantara Raya yang seperti itu, segenap potensi adat dan budaya Nusantara hendaknya bersinergi kuat melakukan kegiatan utama antara lain:
1.   Menyelenggarakan berbagai pengkajian, penelitian, seminar, lokakarya, pameran, pertemuan, gelar seni dan budaya (termasuk kearifan) Nusantara Raya dan sejenisnya, termasuk melakukan pengkajian kembali dan pelurusan sejarah Nusantara Raya versi Barat/Belanda.
2.   Melestarikan adat-budaya dan kearifan Nusantara Raya serta mengembangkannya menjadi peradaban Nusantara Raya yang mulia.
3.   Menyusun kurikulum pendidikan sejarah, budaya dan peradaban Nusantara Raya dan memperjuangkannya sehingga bisa dilaksanakan dan diwujudkan dengan baik.
4.   Memperjuangkan agar masalah pembangunan peradaban pada umumnya dan kebudayaan Nusantara Raya pada khususnya, ditangani secara sungguh-sungguh oleh lembaga tersendiri setingkat kementerian.
5.   Memperjuangan Undang Undang Tentang Kebudayaan Nusantara Raya yang sesuai dan sejalan dengan Visi – Misi Strategi Gerakan.
6.   Membangun Jaringan (termasuk jaringan kerja) Masyarakat Pemangku Adat Budaya dan Kearifan Nusantara Raya serta pesantren-pesantren se Nusantara.
7.   Membangun kedaulatan pangan, energi dan aneka kebutuhan dasar yang berbasis pada peradaban dan sumberdaya alam Nusantara Raya.
8.  Menyelenggarakan berbagai kegiatan dan gerakan yang bertujuan untuk pelestarian dan konservasi alam serta budaya (dan kearifan) Nusantara Raya.
9.   Menyelenggarakan berbagai kegiatan dan gerakan yang sesuai dengan perkembangan keadaan bangsa dan negara di tengah tantangan zaman yang terus berkembang.Menggugah dan menggalang kesadaran masyarakat tentang pentingnya membangun peradaban Nusantara Raya yang mulia sesuai Visi – Misi Gerakan.
10.  Menyelenggarakan berbagai kegiatan pendidikan, latihan, pendampingan dan pengembangan masyarakat menuju peradaban Nusantara Raya yang mulia.
11.Menggugah dan menggalang kesadaran masyarakat tentang pentingnya membangun peradaban Nusantara Raya yang mulia sesuai Visi – Misi Gerakan.
     12.Menyelenggarakan berbagai kegiatan penerangan, komunikasi, informasi dan penerbitan termasuk di dalamnya production house, publishing house serta multi media.
     13.Menyelenggarakan berbagai kegiatan penerangan, komunikasi, informasi dan penerbitan termasuk di dalamnya production house, publishing house serta multi media.
     14.Mendorong dan mengawal pembangunan pada umumnya dan kemaritiman serta kedirgantaraan pada khususnya, baik secara nasional maupun di daerah-daerah dan pulau-pulau, yang berbasis pada komunitas, keunggulan lokal termasuk SDA dan SDM, kebudayaan serta kearifan Nusantara Raya, kelestarian ekosistem, dan konservasi alam
      15.Mendorong dan mengawal pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kecerdasan rakyat yang berbudi pekerti luhur berdasarkan jatidiri, kearifan dan budaya bangsa sehingga membentuk peradaban Nusantara Raya yang mulia.
       16.Mendorong dan mengawal peningkatan kemampuan rakyat untuk memanfaatkan sumber daya alam dan kearifan Nusantara Raya demi kemakmuran serta kesejahteraan rakyat.

Semoga Gusti Allah Yang Maha Kuasa meridhoi, merahmati dan memberkahi usaha dan gerakan kita ini. Alhamdulillah, amin. (B.WIWOHO).

*) Sumbangan pemikiran untuk Diskusi “Kesultanan dan Kerajaan  Sebagai Pusat Peradaban Nasional” yang diselenggarakan oleh Majelis Permusyawaratan Pribumi Indonesia, 19 September 2019, diolah kembali dari kertas kerja pada Workshop Budaya “REVOLUSI BUDAYA KEMBALI KE AKAR NUSANTARA”,  di Yogyakarta 8 – 10 Desember 2015.

Lampiran:  KAPITALISME GLOBAL & PERANG SEMESTA. https://panjimasyarakat.com/2020/01/17/menggalang-kearifan-dan-peradaban-nusantara/2/


















Jumat, 10 Januari 2020

ISYARAT - ISYARAT ALAM ALA JAWA: Yuuk shalat gerhana dan bertobat.


ISYARAT - ISYARAT ALAM ALA JAWA:
Yuuk shalat gerhana dan bertobat.

Boleh percaya boleh tidak. Orang Jawa zaman dulu, mencatat dan mempercayai gejala dan perilaku alam sebagai isyarat dari Tuhan Yang Maha Kuasa kepada manusia. Dengan memahami isyarat tersebut diharapkan manusia bisa melalukan antisipasi, mengubah perilaku buruk dan bertawakal kepada Tuhan. Jika tidak juga, dikuatirkan alam betul-betul murka dengan ijin Gusti Allah.

Hubungan timbal balik antara  Alam – Manusia – Sang Pencipta  harus berlangsung secara harmonis. Manusia harus “hamemayu hayuning bawono”, mempercantik alam semesta yang sudah diciptakan Gusti Allah secara cantik, secara indah, serasi dan seimbang. Manusia diijinkan memanfaatkan tapi tidak boleh merusak dan mengganggu kesimbangan/keserasian. Oleh karena itu manusia harus hamemayu, alias melestarikan dan menjaga kecantikan alam semesta. Jika tidak maka alam akan murka dan protes kepada Gusti Allah.

Beberapa isyarat alam yang sejak zaman dahulu dipercaya orang Jawa antara lain adalah  lintang kemukus, gerhana bulan dan gerhana matahari, gempa bumi dan hitungan jatuhnya tanggal 1 (satu) Suro (Muharam).
Di samping tanggal 1 Muharam/Suro yang pasti akan berulang setiap tahun, menjelang akhir tahun 2019 dan selama tahun 2020 Indonesia juga akan mengalami  5 gerhana yaitu: (1) Gerhana matahari pada hari Kamis 26 Desember 2019 (bulan Rabiulakhir); (2) gerhana bulan 11 Januari 2020 (bulan Jumadilawal); (3) gerhana bulan 6 Juni 2020 (bulan Syawal); (4) gerhana matahari sebagian 21 Juni 2020 (bulan Dzulqaidah); (5) gerhana bulan 20 November 2020 (Rabiulakhir).

Sebelum kita melihat isyarat dari kelima peristiwa di atas, mari kita simak isyarat-isyarat apa saja yang telah ditunjukkan alam pada manusia dan bumi Nusantara dalam dua tahun terakhir ini, dan anda boleh percaya atau tidak terhadap ngelmu tua tersebut, yaitu:

1.  Gerhana bulan yang terjadi pada purnama bulan Jumadilawal ( 31 Januari 2018) mengisyaratkan akan bisa banyak terjadi hujan petir, banjir bandang dan huru-hara.

2.  Gerhana bulan yang terjadi pada purnama bulan Selo atau Dzulqaidah (28 Juli 2018 dan 17 Juli 2019)  mengisyaratkan bisa terjadi banyak prahara dan keributan, banyak fitnah dan perpecahan di antara para prajurit dan sahabat.

3.  Gempa bumi yang terjadi pada bulan Dzulqaidah (Lombok 29 Juli siang dan 5 Agustus malam 2018 dan beberapa di th 2019 al  Maluku Utara 14 Juli, Bali , Gorontalo, Halmahera dan Sumba Barat 15 Juli serta 16 Juli,  mengisyaratkan bukti “kemarahan dan kutukan  orangtua”, keributan dan pertentangan di antara para elit negara, banyak korban jiwa dan “ngalih negara” .

4.  Gempa bumi yang terjadi pada bulan Suro (Muharam) di Palu 28 September 2018, mengisyaratkan banyak penyakit dan keprihatinan nasional.

5.  Tanggal 1 Suro (Muharam) yang jatuh pada neptu atau hitungan watak hari dan pasaran 15 ( Rabu Kliwon 12 September 2018, mengisyaratkan selama setahun aura panas menyelimuti karena matahari berjalan mengarah ke bumi, banyak ulama/pemuka agama yang saling bermanuver,  banyak orang saling berebut dan mengklaim paling hebat-paling bermanfaat, paling berjasa, banyak kemauan yang akan gagal karena ditunggangi dajal laknat. Sedangkan 1 Muharam yang jatuh pada neptu 16 (31 Agustus 2019), mengisyaratkan banyak orang susah, sakit panas dan batuk pilek.
Bagaimana dengan lima gerhana yang terjadi pada 26 Desember 2019 serta empat lainnya di tahun 2020?
1.Gerhana matahari 26 Desember 2019 atau pada bulan Rabiulakhir, mengisyaratkan agar kita hati-hati dan waspada karena bisa terjadi banyak kerusuhan, orang-orang kaya pada susah dan orang miskin banyak yang pindah tempat tinggal.
2.Gerhana bulan 11 Januari 2020 sama dengan peringatan Jumadilawal ( 31 Januari 2018) mengisyaratkan akan bisa banyak terjadi hujan petir, banjir bandang dan huru-hara.
3.Gerhana bulan 6 Juni 2020 (Syawal), mengisyaratkan kemungkinan banyak terjadi angin ribut, para pembesar bertengkar serta banyak penyakit dan kematian.
4.Gerhana matahari sebagian 21 Juni 2020 (Dzulqaidah) samadengan peringatan dari gerhana pada 28 Juli 2018 dan 17 Juli 2019, yakni bisa terjadi banyak prahara dan keributan, banyak fitnah dan perpecahan di antara para prajurit dan sahabat.
5.Gerhana bulan 20 November 2020 (Rabiulakhir) adalah mengulang peringatan dari gerhana matahari 26 Desember 2019, yaitu agar kita hati-hati dan waspada karena bisa terjadi banyak kerusuhan, orang-orang kaya pada susah dan orang miskin banyak yang pindah tempat tinggal.
6.Sementara itu tanggal 1 Suro atau Muharam  (20 Agustus 2020) yang jatuh pada hitungan neptu 15 (Kamis Pon) mengulang isyarat 12 September 2018, yaitu selama setahun ke depan aura panas menyelimuti karena matahari berjalan mengarah ke bumi, banyak ulama/pemuka agama yang saling bermanuver,  banyak orang saling berebut dan mengklaim paling beramal, paling  hebat-paling bermanfaat, paling berjasa, banyak kemauan yang akan gagal karena ditunggangi dajal laknat.

Berbagai macam isyarat baik dan buruk bisa terjadi, namun uniknya isyarat dari gejala alam semenjak tahun 2018 sampai dengan 2020 ini menunjukkan banyak persamaan, yang dalam mengantisipasinya  menuntur agar kita mengendalikan nafsu dan pesona dunia, tawakal, taat dan tunduk-patuh kepada Gusti Allah dengan sebenar-benarnya taat-tunduk dan patuh; janganlah mengejar pesona dunia khususnya kekuasaan; para pemuka agar menjadi contoh yang baik; jaga erat persaudaraan dan kerukunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara; tegakkan kejujuran dan keadilan. Siapa menanam akan menuai buah tanamannya sendiri. Jika menanam apalagi mengobarkan kebencian dan penghinaan, maka yang seperti itu pulalah yang akan kita petik dan rasakan sendiri. Ibarat siapa menabur angin akan menuai badai.
Naudzubillah. Semoga kita terhindar dari marabahaya dan senantiasa dalam perlindunganNya.  Salam tobat agar berkah melimpah. Amin
*Rajawali 90, Beji*