Jumat, 29 April 2016

DEMOKRASI, MEDIA SOSIAL & TELADAN NABI MUHAMMAD DALAM MENGHADAPI KEBATILAN.


Demokrasi itu punya 4 pillar penyangga. Pertama, Perangkat Undang-Undang/Hukum dan penegakkan hukumnya. Bagaimana di Indonesia? Amburadul dan wani piro? Tajam ke bawah tumpul ke atas.UU dan aturan bisa dilanggar dan diubah seenaknya oleh penguasa. Contoh aktual Kereta Api Cepat Jakarta - Bandung. Resmikan dulu ijin dan urusan-urusan lain belakangan. Demikian pula dengan  Reklamasi yang belakangan ini ramai dan sebagian sudah kebongkar karena ketangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi

Kedua, Sistem Politik dengan partai politik dengan para elitnya. Bagaimana realitanya? Sudah menjadi rahasia umum, juga amburadul, dikuasai pemodal/pengusaha penguasa (dwi fungsi gaya baru), korup dan wani piro? Ketiga, media massa. Pun seperti halnya pilar 1 dan 2, dikuasai serta didominasi oleh pengusaha penguasa.
Bagaimana dengan pilar keempat yaitu masyarakat sipil? Ini yang masih bisa diandalkan. Tapi itu hanya bisa bermanfaat untuk memperbaiki pilar pertama sampai ketiga apabila  bisa terkonsolidasi menjadi gerakan dan bukan sekedar kumpulan orang-orang yang hanya bisa bermimpi, ndremimil, menggerutu,  ngegrundel, NATO (no action talk only) atau onani opini di ruang-ruang terbatas, di face book, di twitter, pesan bbm, WA, line, telegram, milis dan sejenisnya- dan sejenisnya. Habis diskusi di ruang ber ac nan nyaman dan nulis di media sosial sudah puas dan kemudian tidur nyenyak, seperti orang yang habis onani...syur sendirian tanpa bisa membuat orang lain ikutan syur.

Masyarakat sipil baru akan bisa memperbaiki kualitas demokrasi dan menyelamatkan keadaan apabila bisa bersatu menjadi gerakan sebagaimana dianjurkan junjungan mayoritas penduduk negeri ini yakni Kanjeng Nabi Muhammad Saw, mengubah kemungkaran dan kebatilan dengan perbuatan atau gerakan. Bukan hanya dengan sekedar lesan dan hati. Karena itulah selemah-lemahnyanya iman. Hal itu juga telah dicontohkan oleh perjuangan Kanjeng Nabi, yang bukan hanya dengan sekedar ndremimil dan berdoa.

Termasuk yang manakah kita? Semoga kita menjadi pengikut setia Kanjeng Nabi Muhammad dan bukan orang-rang lemah yang hanya pandai (atau berani) menggerutu apalagi onani opini. Aamiin. Selamat menunaikan shalat Jumat bagi saudara-saudara yang muslim. Wassalamualaikum wrwb.
B.Wiwoho.

Senin, 25 April 2016

INILAH PEMIMPIN YANG KITA BUTUHKAN: PEDULI BERSIH, SEDERHANA, MENGABDI & BERANI BERMUBAHALAH: Seri Etika & Moral Kepemimpinan (27).

Tantangan yang dihadapi bangsa dan negara dewasa ini dan di masa depan, sungguh bukan main besar, berat dan kompleksnya. Dunia sedang berubah dengan cepat. Sinergi dari akumulasi modal di tangan sejumlah kecil warga dunia – dan juga Indonesia – dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang luar biasa mewarnai kehidupan kita sehari-hari dan terus berubah jauh lebih pesat dibanding yang dialami nenek moyang kita.

Kita sedang mengalami perubahan pergerakan yang menakjubkan di segala bidang baik ekonomi, sosial, budaya, teknik maupun politik. Persaingan dan peperangan yang kita hadapi telah menjelma menjadi Perang Semesta Global, yang tidak semata-mata mengandalkan tank lapis baja, senapan tempur dan peluru kendali. Sedangkan benteng-benteng kerajaan dan imperium pusat kekuasaan bukan lagi terbuat dari beton, berdinding batu, gudang senjata dan angkatan perang konvensional. Divisi-divisi Perang Semesta Global dalam tempo sekejab akan mampu menembus pertahanan sesuatu negara bahkan dinding-dinding kamar tidur pribadi segenap warga dunia, termasuk Indonesia, menggempur dan mengacu otak serta jalan pikiran penghuninya.

Dalam tulisan sebelumnya telah kita bahas betapa gempuran dahsyat tersebut kini sudah bisa kita lihat pada pola pikir, perilaku, gaya hidup dan bahkan peradaban masyarakat. Nampak jelas, masyarakat Indonesia kini sedang mabok dalam alunan musik jiwa yang pragmatis, hedonis, individualis, materialis dan narsis. Kita mulai berubah menjadi masyarakat yang sangat egois, yang memuja diri sendiri, yang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, khususnya agar bisa “berkuasa dan kaya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dengan segala cara.” Hidup kita menjadi boros, keras lagi mementingkan diri sendiri. Menjadikan kesalehan hanya sekedar sebagai formalitas.
Pola hidup masyarakat sedang berkembang pesat ke pola hidup yang sangat konsumtif berlebihan, serba mewah dan gemerlap, sehingga menjadikan negeri kita senantiasa defisit dalam neraca pembiayan dan perdagangan luar negerinya. Kita telah menjadi bangsa yang tekor lantaran pola hidup kita. Cobalah perhatikan barang-barang kebutuhan kita sehari-hari, mulai dari bahan pangan yang sangat sederhana seperti garam sampai dengan peralatan elektronik yang canggih, sebagian besar berasal dari impor. Demikian pula penguasaan sumber daya alam, seperti minyak dan gas bumi, mineral dan emas, hutan dan kebun kelapa sawit bahkan air minum dalam kemasan, pabrik semen, rokok dan toko-toko kelontong dan bahan pokok, juga dikuasai oleh modal asing atau pengusaha besar yang bekerjasama dengan asing. Sementara rakyat di sekitarnya tetap miskin dengan tingkat kesenjangan sosial ekonomi bahkan politik yang semakin melebar.

Ironisnya, di negeri kita tercinta Indonesia ini, yang justru memprihatinkan dan mengkuatirkan, kelompok-kelompok yang paling menikmati sumber daya alam dan kue pembangunan, adalah kelompok yang oleh berbagai media massa terutama media sosial yang sangat luas jaringan dan jangkauannya, dicirikan dan disebut Asing – Aseng, yang tiada lain adalah orang-orang asing dan WNI keturunan Cina, yang secara kebetulan dalam keyakinan beragama juga banyak berbeda dengan mayoritas penduduk.

Posisi strategis Asing – Aseng khususnya WNI keturunan Cina pada kegiatan ekonomi, dalam praktek kehidupan adalah merupakan kekuasaan potensial dan aktual, yang selanjutnya mudah merambah ke penguasaan sumber daya alam, penguasaan media massa kemudian ke politik dan pemerintahan dan lain sebagainya, yang apabila tidak diatasi secara sistemis strategis, maka akan menjadi gurita kekuasaan yang mendominasi. Padahal dominasi hanya akan melahirkan pertentangan, sehingga cepat atau lambat, dominasi akan menemui perlawanan, lebih-lebih lagi karena dominasi kekuasaan yang berbasis ekonomi tersebut diwarnai dengan perbedaan SARA (Suku Agama Ras dan Antar Golongan)

Kita sungguh bagaikan memutar mundur jarum sejarah tatkala Gelombang Globalisasi Pertama yang ditandai dengan penemuan-penemuan telekomunikasi, mesin industri dan kapal uap, membawa para kapitalis dan imperialis asing yang bekerjasama dengan orang-orang Timur Asing, datang dan kemudian menguasai Nusantara; namun kini dengan daya rusak terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia yang jauh lebih dahsyat.

Dengan mega tantangan persoalan yang seperti itu, tidak mudah kita memilih pemimpin. Karena pemimpin kita dewasa ini dan di masa mendatang, bukan hanya dituntut kuat dan cerdas, tapi juga harus mampu memahami tantangan persoalan yang dihadapi dan selanjutnya peduli, bahkan harus sangat peduli kepada rakyatnya, terutama sebagian besar rakyatnya yang termaginalkan oleh dominasi Asing – Aseng yang kental dengan nuansa SARA-nya.

Pengalaman juga mengajarkan, omong kosong seseorang mengakui mencintai Tuhannya yang tak nampak, mengaku taat menjalankan habluminallah, jika habluminanasnya, jika mencintai sesama manusia beserta alam semesta yang nampak saja tidak. Omong kosong kita mengaku mencintai rakyat kecil yang jauh di pelosok wilayah kepemimpinnan kita, bahkan jauh di pelosok tanah air – di rimba-rimba Aceh, Jambi, Kalimantan, Sulawesi, Papua dan pelosok-pelosok lain; omong kosong kita mengaku memiliki kepedulian dan budi baik terhadap rakyat, apabila terhadap orang-orang dekat serta orang-orang yang pernah berjasa kepada kita saja, kita tidak peduli dan tidak memiliki budi baik terhadapnya
.
Demi menjadi bangsa yang besar, kuat, jaya dan makmur sejahtera di kancah Perang Semesta Global yang telah mulai merusak jatidiri serta peradaban kita sebagai bangsa di negeri kepulauan Nusantara Raya ini, maka baik secara individu maupun secara kolektif kita harus mampu merevolusi mental dan moral yang merusak tadi, serta membangun kembali jatidiri selaku insan kamil yang senantiasa jujur dan apa adanya, tahu diri, tahu menempatkan diri dan tahu membawa diri, yang hidup dengan prinsip Peduli BSM, yaitu “Bersih – Sederhana – Mengabdi”.

Dengan Peduli BSM maka segala macam aktivitas yang kita lakukan harus dimulai dengan kebersihan jiwa, kebersihan hati dan niat, dikembangkan dalam pola kehidupan serta perilaku kesederhanaan, dengan sasaran pengabdian kepada masyarakat banyak. Pola hidup Peduli BSM yang sudah pernah dicanangkan oleh Yayasan Amanah Umat, Jakarta dan dibacakan oleh Ketua Dewan Pembinanya Prof.K.H.Ali Yafie 12 Oktober 2005, harus dikembangkan menjadi moral ekonomi, politik, hukum dan terus dikembangkan ke sektor-sektor kehidupan lainnya terutama dalam kebudayaan.

Dalam budaya ekonomi, kita harus bisa mengobarkan perang terhadap sikap hidup yang konsumtif dan boros, dengan membudayakan sikap hidup hemat, sederhana dan menabung. Kita harus menggalang etos dan budaya industri secara hakikat dalam makna yang luas yakni pola pikir, sikap hidup dan perilaku untuk mendayagunakan sumber daya alam, ketrampilan, peralatan dan ketekunan kerja dalam suatu mata rantai produksi yang luas, berkesinambungan serta mengutamakan nilai tambah, dan bukan dalam arti sempit sebagaimana kita kenal selama ini, yang dibatasi hanya semata-mata sebagai suatu proses pabrikasi. Etos dan budaya industri itu harus dikembangkan dalam sistem kebersamaan dan kekeluargaan yang kita kenal sebagai gotongroyong, sehingga mampu menggetarkan setiap pori-pori kehidupan anak bangsa

Dalam memaknai geo sosial – ekonomi di zamrud khatulistiwa yang secara potensial subur makmur ini, kita pun harus berani secara tegas dan berkeyakinan menyatakan bahwa Indonesia harus memiliki pribumi yang kuat, karena pribumi yang kuat merupakan kunci pembauran, integrasi dan keharmonisan bangsa yang bhineka ini. Untuk itu pula Pemerintah harus memiliki serta melaksanakan kebijakan strategis yang menyeluruh dan terpadu, bukan hanya bersifat tambal sulam, emosional, dan manipulatif, serta tidak pernah menyentuh persoalan utama yakni penguasaan modal yang menyebabkan peta kompetisi menjadi sangat tidak seimbang.

Kita juga harus berani dan tegas menggariskan kebijakan pembangunan yang peduli, memihak serta mengabdi pada rakyat dan komunitas, yang produktif berkesinambungan, mendayagunakan keunggulan lokal, yang melestarikan eko sistem dan melakukan konservasi. Yang juga tidak kalah penting, adalah secara sungguh-sungguh tidak pandang bulu, memberantas KKN (Korupsi – Kolusi – Nepotisme).

Dalam rangka Revolusi Mental dan Moral maka para Pemimpin Negara, Pemimpin Pemerintahan dengan segenap aparat birokrasi, penegak hukum, TNI – Polri serta para elite nasional tingkat pusat dan daerah harus terlebih dahulu merevolusi mental dan moralnya sendiri, serta menjadikan dirinya sebagai suri tauladan. Revolusi mental dan moral tersebut harus menggelinding bagaikan bola salju yang makin lama makin besar, dengan para pemimpin sebagai intinya. Revolusi mental dan moral harus dimulai dari pembersihan niat, perilaku dan cara berfikir serta moralitas pemimpin masyarakat atau pemegang kendali di sektor-sektor kehidupan masyarakat, termasuk di dalamnya para ulama dan umara.

Para tokoh masyarakat harus bangkit menghidupkan kembali budaya serta kearifan-kearifan lokal suku-suku bangsa di Nusantara yang hidup rukun, damai, penuh toleransi, gotongroyong dan unggul dalam seni dan ketrampilan. Para ulama harus bisa membumikan ajaran dan kesalehan formal umatnya dalam berbagai kegiatan dan perilaku amal saleh.

Apabila para pemimpin dan rakyat bisa sama-sama hidup Peduli BSM: bersih – sederhana dan mengabdi, niscaya solidaritas sosial dan saling kepercayaan yang kini kian menipis, bisa digalang kembali. Sejarah di berbagai belahan bumi telah mengajarkan, para pemimpin yang hebat adalah mereka yang senasib sepenanggungan dengan rakyat serta bisa menghayati penderitaan rakyatnya. Jangan sampai misalkan kepada anak buah dan masyarakat diminta hidup hemat dan pesta sederhana, sementara pemimpinnya berpesta pora hidup bergelimang kemewahan. Jangan sampai rakyat diharuskan taat pada hukum, perundang-undangan dan peraturan pemerintah, sementara di lain pihak para pejabat negaranya melanggar seenaknya. Jangan sampai bersemboyan sebagai abdi masyarakat, namun dalam praktek keseharian kita minta dilayani dan memeras masyarakat. Sudah menjadi rahasia umum, di bidang usaha saja, boro-boro dilayani dengan baik, belum apa-apa, baru mengurus ijin usaha saja sudah dikenai berbagai pungutan. Padahal usahanya belum berjalan dan belum tentu memperoleh keuntungan, bahkan mungkin bisa bangkrut.

Pemimpin-pemimpin yang menghayati penderitaan rakyat dan visioner, akan dengan mudah membangkitkan harapan rakyat atas masa depan yang gemilang di kancah perang dan kompetisi global yang tak mungkin dihindari. Pemimpin-pemimpin yang seperti itu, yang pola hidupnya peduli-bersih-sederhana-mengabdi, akan dengan mudah menggalang dukungan serta mengajak rakyatnya bersama-sama mewujudkan masa depan nan gemilang.

Berani Bersumpah Mubahalah.

Pemimpin yang Peduli BSM akan berani mengucapkan sumpah jabatan yang setara dengan sumpah mubahalah di zaman Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Akan berani mengubah sumpah jabatan ecek-ecek seperti selama ini menjadi seperti sumpah mubahalah. Kejujuran dan sumpah merupakan ajaran penting yang bernilai utama, sehingga banyak disinggung dalam Al Qur’an. Kesaksian palsu misalkan, disinggung dalam Surat Al Furqaan: 72, sebagai hal yang harus dihindari. Sedangkan tentang bersumpah dalam rangka menegakkan kebenaran, ditegaskan dalam Surat Ali Imran: 61 yang mengkisahkan bagaimana Rasulullah menantang bersumpah dan berdoa sungguh-sungguh agar siapa yg berbohong beserta keluarganya segera dilaknat Allah. Sumpah seperti ini disebut mubahalah.
Di dalam sejarah dan hukum Islam, dua kelompok atau orang yang berbeda pendapat tentang sesuatu hal, dan tidak memungkinkan adanya saksi atau kalau pun ada tidak diterima pihak lain karena beda keyakinan, maka kedua pihak tersebut dapat bersama-sama melakukan mubahalah.

Dasar hukum mubahalah adalah firman Allah Swt dalam Surat Ali Imran ayat 61 tersebut, yang berbunyi: “Maka barangsiapa membantahmu tentang itu, sesudah datang pengetahuan kepadamu, katakanlah (kepada mereka): Marilah kita ajak anak-anak kami dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, kaum kami dan kaum kamu, kemudian kita berdoa agar Allah menjatuhkan laknat kepada orang-orang yang berdusta.”

Dalam riwayat, Kanjeng Nabi Muhammad pernah dua kali menantang mubahalah terhadap penentangnya dengan mengikutkan orang-orang yang dicintainya yaitu Ali, Fatimah serta Hasan dan Husin dalam sumpah. Ternyata lawan-lawannya tidak ada yang berani diajak bermubahalah.
Di kalangan masyarakat Jawa, mubahalah ini dikemas sedemikian rupa menjadi amat sangat seram dan disebut Sumpah Pocong, karena yang bersumpah harus dalam keadaan dikafani atau dipocong selayaknya jenazah, dan dilakukan secara khidmat di masjid atau mushola di hadapan orang banyak sebagai saksi (https://islamjawa.wordpress.com/2009/11/12/sumpah-cicak-vs-buaya/).
Tetapi jangan lupa, Pemimpin itu sesungguhnya bukan hanya Presiden, Gubernur dan Bupati, melainkan kita semua, sebagaimana Sabda Kanjeng Nabi Muhammad Saw., “Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri adalah pemimpin dan bertanggungjawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang karyawan (juga pelayan) bertanggungjawab atas harta perusahaan (majikan). Seorang anak bertanggungjawab atas penggunaan harta ayahnya. (Hadis Bukhari dan Muslim).

Oleh sebab itu, marilah kita bangun kepedulian dan kebersamaan kita sebagai bangsa dengan jalan mempraktekkan pola hidup Peduli BSM. Pola hidup peduli dan berpihak pada rakyat banyak, peduli dengan kehidupan yang bersih – sederhana dan mengabdi, akan membuat perekonomian Indonesia bergeser dari perekonomian yang konsumtif menjadi perekonomian yang produktif. Korupsi yang lebih berbahaya dan lebih jahat dibanding terorisme akan dapat diberantas. Ekonomi berbiaya tinggi akan dapat ditekan, sehingga daya saing Indonesia menjadi bagus. Devisa kita akan bisa banyak dihemat dan dihimpun. Lapangan kerja akan banyak tersedia karena sektor produksi tumbuh bagaikan pohon industri yang menjulang tinggi, berdahan dan berbuah lebat serta kokoh subur tertanam dalam alam Nusantara yang sesuai.

Pengangguran ditekan sekecil mungkin, sumber daya alam terkelola dengan baik dan tidak dieksploitasi secara sembarangan. Lingkungan hidup terjaga dan terpelihara, pertumbuhan sosial ekonomi akan merata ke segenap pelosok tanah air, kesenjangan sosial terjembatani, keadilan sosial dapat ditegakkan, keamanan dan ketertiban umum terpelihara baik lagi terkendali. Ekonomi rakyat dengan demikian pasti akan tumbuh dalam kehidupan masyarakat Nusantara Raya, negeri maritim di zamrud khatulistiwa, yang aman tenteram, adil makmur, sejahtera jaya sentosa.
Pemimpin dengan kepemimpinannya yang Peduli BSM itulah yang sangat kita perlukan dewasa ini dan di masa mendatang, yang akan membawa bangsa besar ini berjaya di kancah Perang Semesta Global. Semoga kita segera dan senantiasa dikarunia pemimpin-pemimpin yang Peduli BSM di sepanjang masa. Aamiin.

Sahabatku, semoga pula tulisan yang mencapai seri ke 27 ini tidak membosankan anda, serta diridhoii, dirahmati dan diberkahi oleh Gusti Allah Yang Maha Kuasa. Alhamdulillah Aamin.

Depok, 14 Maret 2016.