Kamis, 18 Juli 2013

KREDIT BERSUBSIDI TERNAK SAPI SIA-SIA.

1.Populasi sapi nasional turun drastis, harga daging melejit. Bgmn pertanggungjawaban kreditnya?

2.Sensus BPS 3 Juni 2013, jumlah sapi Indonesia turun 19,52% dibanding 2011.

3.Menurut Kompas 17/7.2013, jumlah sapi saat ini hanya 13,28juta, kurang 3,22juta dari 16,50juta sapi th 2011.

4.Smntr itu harga daging melonjak dr Rp.80.000 sp Rp.120.000 per kg.

5.Sedangkan di Pengadilan berlangsung sidang2 korupsi impor sapi.

6.Itu membuktikan betapa lemah ketahanan pangan kita.

7.Betapa SBY & Kabinetnya telah gagal  memenuhi janji swasembada daging pd 2014.

8.Pdhl utk itu pd th 2009 Menkeu+Mentan di th I itu saja sdh alokasikan Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS) Rp.2,7 trilyun yg disubsidi besar2an.

9.Kredit berbunga 13% itu disubsidi 8%, shg peternak hanya menanggung bunga 5%, ditambah lagi secara luar biasa, grace period 2 th.

10.Tdk jelas lagi brp besar alokasi kredit murah sapi tahun2 selanjutnya.

11.Lantas kemana saja n siapa yg menikmati kredit murah sapi tsb. Selama ini menghilang bagai hantu. Bgmn pengawasan DPR, BPK + KPK? Siapa yg bertanggungjawab? Bgmn sikap kita?

DEMOKRASI DINODAI KECURANGAN

Mahfud MD: Demokrasi Dinodai Kecurangan Penyelenggara Pemilu

  • Rabu, 17 Juli 2013 18:22
  • Oleh:  Hurri Rauf
Mahfud MD saat jadi pembicara dalam diskusi yang digelar Indemo Mahfud MD saat jadi pembicara dalam diskusi yang digelar Indemo Foto: Sayangi.com/Emil
Jakarta, Sayangi.com - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD memuji kualitas demokrasi Indonesia yang semakin baik. Bahkan dunia internasional juga mengakuinya. Namun, ia mengkritik perjalanan demokrasi yang dinodai oleh berbagai kecurangan, termasuk yang dilakukan oleh penyelenggara pemilihan umum (pemilu).
Demikian diungkapkan pada diskusi bertajuk "Sengketa Pilpres dan Pemilu" di kantor Indonesia Demokrasi Monitor (INDEMO), Jakarta Pusat, Rabu (17/7). Diskusi tersebut dihadiri sejumlah politisi dan aktivis seperti Hariman Siregar, Bambang Wiwoho, Herdi Sahrasad, Bursah Zarnubi, Mulyana Wirakusumah, dan lain-lain.

"Salah satu kemajuan yang diakui oleh dunia internasional yang dicatat, reformasi itu jauh lebih baik dibanding sebelumnya," puji Mahfud.

Salah satu bentuk kemajuan itu menurut Mahfud contohnya soal lembaga survei. Pada zaman Orde Baru tidak ada lembaga survei yang melakukan riset atas berbagai isu seperti elektabilitas partai politik dan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres). Sementara, pada zaman reformasi semakin banyak lembaga survei yang yang merilis hasil surveinya, ujar Mahfud.

Lebih dari itu, pemilu pasca reformasi juga memberikan kebebasan kepada masyarakat untuk menentukan pilihannya, baik terkait partai politik maupun soal capres dan cawapres.

Namun, Mahfud juga mengakui berbagai pelanggaran dalam era Reformasi. Dia bilang, jika pada masa Orde Baru pelanggaran dilakukan oleh negara, maka pada zaman reformasi pelanggaran justru berjamaah. Pelanggaran ramai-ramai dilakukan oleh partai politik, bahkan termasuk oleh penyelenggara pemilu.

"Banyak sekali. Waktu saya di MK, saya menangani 72 kursi sengketa Pemilu, 12 persen pusat, dan siasanya daerah," katanya.

Selain itu, Mahfud juga memaparkan tekanan-tekanan atas Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai penyelenggara Pemilu. Maklum, anggota KPU dipilih oleh DPR, sehingga wajar jika Pemilu memunculkan kecurangan.

"Penyelenggara pemilu itu sekarang KPU yang dibentuk DPR. KPU tidak lepas dari tekanan-tekanan. Tekanan-tekanan kepada KPU  itu berbeda, sehingga kecurangan sekarang lebih adil. Sekarang boleh curang sendiri-sendiri," sindir dia.

Namun Mahfud mengapresiasi lembaga KPU yang semakin dewasa, meski saat yang sama kualitas anggota KPUD di sejumlah daerah bervariasi. Sebab, katanya, banyak anggota KPUD sengaja melakukan pelanggaran ketika menangani kasus Pemilihan Kepala Daerah (Pemilukada). Mereka melakukan pelanggaran secara terang-terangan hanya karena duit.

"Rp10 juta misalnya dikasih untuk menangani 1 kasus. Itu yang saya diskusikan bersama teman-teman KPU dan DKPP," pungkasnya. (HST)
Dibaca 220 kali

Anda harus login untuk berkomentar

Minggu, 14 Juli 2013

INDONESIA DIKUASAI PARA MALING

INDONESIA : Dalam Bahaya, Dikuasai Para Maling dan Bubar 2015…?


Bendera Indonesia / Kompasiana
REDAKSI :  Indonesia sungguh sedang diuji, baik oleh anak negeri maupun orang asing. Sehari setelah berita tertangkapnya Nazaruddin, bukan pujian yang didapat pemerintah karena mampu memulai berhasil menangkap tersangka koruptor tetapi penyataan pernyataan yang tidak sedap terdengar.
Indonesia Dalam Bahaya
Dimulai dari pertemuan 45 tokoh nasional di Hotel Four Season, Jakarta, Senin (8/8/2011) malam, sepakat melihat keadaan negara kini sedang mengalami krisis yang bisa membawa Indonesia ke arah bahaya, darurat.
Setidaknya ada 7 krisis nasional yang melanda. Yakni krisis kewibawaan kepala pemerintahan, krisis kewibawaan kepala negara, krisis kepercayaan terhadap parpol, krisis kepercayaan kepada parlemen, krisis efektifitas hukum, krisis kedaulatan sumber daya alam, krisis kedaulatan pangan, krisis pendidikan, krisis integrasi nasional.
Adnan Buyung menyampaikan mesti ada satu gerakan untuk melakukan pembaharuan lagi. Langkahnya, tentu dengan meminta pertanggungjawaban presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Karena presidenlah yang harus bertanggungjawab sebagai pemimpin.
“Tanggungjawab mampu mengatasinya. Dengan iklas, sukarela mengundurkan diri secara terhormat,” ujar Buyung  yang akrab dengan beberapa pergantian kekuasaan di Republik ini.
Berikut nama 45 tokoh nasional yang tadi malam menyerukan pembubaran pemerintah itu: Prof. Dr. Ali Yafie, Prof. Bismar Siregar, Cholil Badawi, KH.Moehammad Zain, Jen (Purn) Tyasno Sudarto, Letjen (purn) Suharto, Monang Siburian, Hariman Siregar, Soegeng Sarjadi, Sukardi Rinarkit, Muslim Abdurrachman, Chris Siner K.Timu, Romo Benny Susetyo, B.Wiwoho, D.H.Assegaf, Prof.Syafii Maarif, Komarudin, Sunardi, Amir H.Daulay, Adnan Buyung nasution, Prof.Anwar Nasution, Nurman Diah, Mulyana W Kusumah, Haris Rusly, Indro Thahjono, Jamester Simarmata, Martinus Situmorang, Rizal Ramli, Noegroho Djajoesman, Andreas A Yewangoe,Pdt, Eggi Sudjana, Burzah Zarnubi, Fanny Habibie, Sri Palupi, Dedy Julianto, Tamrin Amal Tomagola, Gleny Kairupan, Murwanto, Jarot, Dibyo, Beno, Tjuk Kasturi Sukiadi, Helmy A.Yafie, Otje Soedito dan Saaiful A Yafie
Indonesia dikuasai Maling
Berlanjut di di Duta Merlin  Jakarta,  Selasa (9/8/2011) dalam sebuah diskusi yang diselenggarakan oleh Rumah Perubahan yang bertema Pengadilan Hosni Mubarak; Pelajaran bagi Indonesia.
Pakar Indonesia dari Notrhtwestern University AS, Prof. Jeffry Winters mengingatkan, salah satu kegagalan utama gerakan reformasi 1998 di Indonesia adalah tidak disiapkannya sistem hukum yang kuat. Karenanya, Indonesia menjadi suatu negara yang anomali.
Dia mengutarakan krisis ini berbahaya kalau dibiarkan terus. Ini akan mengarah ke keadaan bahaya. Darurat ini jadinya nantinya. Ini yang harus kita cegah terjadi.
Dikatakan Jeffry, secara prosedural, demokrasi di Indonesia sudah cukup bagus. Namun secara substansial, masih harus banyak diperbaiki. Sistem demokrasi yang sekarang dikuasai para maling. Hanya mereka yang punya uang banyak yang bisa naik. Setelah berkuasa, mereka kembali maling untuk mengembalikan sekaligus meraup untung dari investasi yang dikeluarkan. Yang terjadi seperti lingkaran setan.
Indonesia Bubar 2015
Di Tahun 2008 lalu, Djuyoto Suntani, Presiden Komite Perdamaian Dunia (World Peace Committee) yang  seorang putra Indonesia, meramalkan Indonesia pecah tahun 2015. Djuyoto menganggap pemusnahan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) sebagai bagian dari skenario internasional, yang ia sebut dengan Invisible Organization lluminati. Institusi kemasyarakatan internasional yang dipimpinnya saat ini, memiliki jaringan di seluruh dunia dan mempunyai pengaruh kuat pada dunia internasional.
Tidak seorangpun mengira negara Uni Soviet yang merupakan negara super power dapat pecah dan musnah dalam sekejap. Negara yang dulunya disegani dan menjadi tumpuan kekuatan Fakta Pertahanan Warsawa di Eropa tersebut, di awal tahun 1990 akhirnya terpecah menjadi 15 negara merdeka. Demikian juga negara Yugoslavia yang pada akhirnya terpecah menjadi lima negara.
Hasil kajian mantan Menteri Pertahanan Amerika Serikat William Cohen dengan tim 15-nya patut kita cermati. Kajian dengan klasifikasi not for distribute yang berjudul lengkap ”Asia Tahun 2025 dan Pengaruhnya terhadap Keamanan Nasional Amerika di Abad 21”, dengan tegas memprediksi sesungguhnya menskenariokan bahwa Indonesia dan Pakistan akan hilang dari peta bumi disebabkan negara-negara itu berfusi melalui proses aliansi antar negara atau tercabik-cabik akibat pertikaian dan perperangan antar daerah.
Lebih rinci tentang Indonesia dikatakan, sebab lenyapnya Indonesia lebih dikarenakan terjadi krisis yang bukannya mengecil namun kian tahun kian bertambah besar.
Akan terjadikan semua ramalan itu, Indonesia Bubar 2015…?  Benarkah kata Jeffry  bahwa Indonesia dikuasai Maling, atau dia yang orang amerika yang mendesain lahirnya penguasa maling karena membawa demokrasinya diterapkan di Indonesia…?  Benarkah Indonesia sedang dalam Bahaya, atau 45 tokoh itu dan pengikutnya yang sedang dalam bahaya…?
Biarlah waktu yang membuktikan semua itu… dengan harapan bersama sama masyarakat masih menghendaki dan sanggup bekerja bersama sama untuk kejayaan Indonesia…. Semoga…(COPAS DARI KORUPTOR INDONESIA).

Kamis, 11 Juli 2013

MENGENANG WAFAT & WARISAN GAGASAN 2 AKTIVIS.

        
                Senin malam 8 Juli 2013di Aula Indemo - Jakarta, para aktivis menggelar doa bersama sekaligus mengenang warisan gagasan 2 orang aktivis, yaitu Dr.Muslim Abdurachman (wafat 6 Juli 2012) dan Amir Husein Daulay (wafat 6 Juli 2013). Penulis diminta memberikan sambutan dan kenangan. (foto: Anty-Dodo).

Rabu, 10 Juli 2013

SULUK MALEMAN TENTANG PERBEDAAN INDONESIA DENGAN NUSANTARA

Bambang Wiwoho: Sejak terjadi pergolakan di internal Demak, dan Demak bergeser ke Pajang dan kemudian Mataram, peradaban maritim ini kemudian menjadi terlantar sampai sekarang. Sebagai contoh sederhana, penyebutan pulau-pulau kecil di perbatasan Indonesia sebagai pulau terluar adalah produk peradaban darat agraris; karena seharusnya bila berbasis peradaban maritim pulau-pulau tersebut harus dianggap sebagai halaman depan dan disebut sebagai pulau terdepan, bukan terluar. Penyikapan semacam ini tentu akan menghasilkan cara pengelolaan yang berbeda terhadap pulau-pulau tersebut.
Bambang Wiwoho: Setelah reformasi, kondisi bangsa ini ibarat jama’ah sholat Jum’at di masjid. Makmumnya sudah penuh dan siap sholat, tapi malah imamnya absen.

        Pati, 21 Juni 2013. Foto-foto:  Dokumentasi Orkes Sampak GusUran

BUKU BARU 'MUTIARA HIKMAH RAMADHAN"


BUKU BARU “MUTIARA HIKMAH RAMADHAN”

Bismillaahirrahmaanirrahiim
Alhamdulillaahi rabbil ‘aalamiin.
Saudaraku, dengan ridho dan berkat rahmat Gusti Allah Yang Maha Luar Biasa, menjelang puasa ini kami terbitkan buku saku sederhana “Mutiara Hikmah Ramadhan” (60 hal). Sederhana karena hanya kumpulan dari tulisan di facebook dan blog yang membahas masalah-masalah aktual tentang Ramdhan, yang “berseliweran” di jejaring sosial. Untuk itu jika anda tidak berkenan, maafkanlah kami. Namun jika anda menganggap ini bermanfaat, sudilah kiranya bermurah hati guna ikut mensyiarkannya.
Caranya sederhana. Siapa saja dengan cukup menyebut sumbernya dan tanpa ijin tertulis dari penulis/penerbit, dapat memperbanyak dan menyebarluaskan. Atau bisa juga bekerjasama dengan penerbit, bersama-sama mencetak ulang dan menyebarluaskan.
Bagi yang ingin mendapat kiriman langsung dari penerbit, juga bisa menghubungi kami via telpon:
- 085 217 279 283 (sdr Purwanto)
- 021 358 974 72 (sdr Saudin).
- e_mail: ybp1612@gmail.com
dengan mengganti ongkos kirim dan infaq sukarela melalui rekening BCA:
No.Rek.7150808736 a/n Saudin.
Semoga perhatian dan syiar Anda, memperoleh ridho dan hidayah dari Gusti Allah Swt, serta dijadikan sebagai bekal ibadah dan amal saleh Anda. Aamiin.
Billahi taufiq walhidayah
Wassalamu’alaikum wr wb.
Depok, 29 Juni 2013 ( 21 Sya’ban 1434H).
Tim Admin

KISAH "SELIR ARTIS" PAK HARTO

Hari ini, Kopassus memperingati ulang tahunnya yang ke-61. Usia panjang dan matang bagi pasukan elit yang kehebatannya diakui dunia. Bicara ulang tahun Kopassus, salah satu yang banyak diingat adalah peringatan pada tahun 1980.
Ceritanya, ketika itu kondisi politik panas menyengat. Dua tahun lagi, bakal digelar Pemilu. Suara-suara kritis terhadap Presiden Soeharto ramai bermunculan. Hiruk pikuk. Utamanya tudingan-tudingan bahwa Orde Baru kental dengan korupsi.
Soeharto tak mau diam menghadapi kritik. Pada 27 Maret 1980, Pak Harto pidato dalam acara rapat pimpinan TNI (dulu masih ABRI). Pidato Pak Harto sepertinya terasa normatif. Tetapi, pesan politik yang disampaikannya sangat kuat. Pak Harto mengatakan, ABRI berjanji melindungi Pancasila maupun UUD 1945 dari pihak-pihak yang berupaya menggantinya. Pak Harto menambahkan, ABRI harus memilih mitra-mitra politik yang benar dan bersedia mempertahankan Pancasila dan UUD 1945.

Pasca-pidato ini, suasana politik makin menyengat. Kritik terus bermunculan. Bahkan ada yang menyinggung keluarga Pak Harto. Di antaranya tudingan bahwa Cendana dijadikan pusat penentuan pemenangan tender pemerintah. Muncul pula tudingan Ibu Tien Soeharto meminta komisi dari hasil tender.
Terhadap kritik-kritik itu, Pak Harto akhirnya memberikan jawaban. Dia pilih momen dengan pesan simbolis dan kuat: Hari Ulang Tahun Kopassandha (sekarang Kopassus) ke-28.
Hari itu, 16 April 1980, Pak Harto berpidato di Markas Kopassandha, Cijantung. Awal pidatonya Pak Harto menyampaikan selamat terhadap Korps Baret Merah. Berikutnya, Pak Harto mengajak momen ulang tahun itu sebagai momen introspeksi. “Dalam memperingati hari jadi selayaknya tidak hanya kita gunakan sekadar untuk bersukaria,” kata Pak Harto ketika itu.
Berikutnya, Pak Harto kembali menekankan isi pidato seperti pada Rapim ABRI sebulan sebelumnya, yaitu soal setia pada Pancasila. “Ancaman kekuatan senjata harus kita hadapi dengan kekuatan senjata pula yang kita miliki. Akan tetapi kita mengetahui bahwa ancaman ideologi Pancasila tidak semata-mata dari kekuatan senjata,” ujar Pak Harto. Dia menyebut adanya upaya untuk mengubah dan mengganti dasar negara Pancasila.
Berikutnya, isi pidato Pak Harto makin blak-blakan. Dia memaparkan pihak-pihak yang mencoba mengganti Pancasila diawali dengan mendiskreditkan pemerintah dan dirinya sebagai presiden. “Saya bertemu dengan kolega saya Kusno Utomo, yang telah mendengar isu-isu yang sebetulnya tidak pada tempatnya yang ditujukan kepada saya, juga kepada istri saya Bu Harto. Selalu diisukan bahwa istri Soeharto menerima komisi. Menentukan pemenangan tender dan komisi dan lain sebagainya. Yang sebenarnya tidak terjadi sama sekali keadaan demikian,” bantah Pak Harto.
Pak Harto tidak berhenti di situ. “Dan bahkan akhir-akhir ini sampai juga ditujukan kepada saya, yang sudah diisukan di kalangan mahasiswa dan juga di kalangan ibu-ibu yang biasa mudah untuk sampai ke mana-mana. Satu isu kalau saya ini katanya mempunyai “selir”, mempunyai simpanan salah satu dari bintang film yang terkenal yang dinamakan Rahayu Effendi. Ini sudah lama bahkan sekarang ini juga dibangkitkan hal itu kembali. Padahal kenal, berjumpa saja tidak,” ujar Pak Harto dalam transkrip lengkap pidato yang dimuat di Memori Jenderal Yoga terbitan PT Bina Rena Pariwara karangan B Wiwoho dan Banjar Chaerudin.
“Apa ini semua maksudnya? Maksudnya adalah tidak lain karena mungkin mereka itu menilai kalau saya itu menjadi penghalang utama dari kegiatan politik mereka itu. Karena itu harus ditiadakan,” kata Pak Harto. Poin berikutnya Pak Harto menyebut kalaupun berhasil meniadakan dirinya, maka masih ada ABRI dan Kopassandha yang akan membentengi upaya mengganti Pancasila dan UUD 1945.
Pasca pidato Pak Harto itu, suasana politik bukannya mereda. Tapi justru makin panas. Pidato Pak Harto memicu munculnya Petisi 50 dimotori antara lain oleh Ali Sadikin dan Hoegeng Iman Santoso. Pada ungkapan keprihatinan Petisi 50 yang dikeluarkan 5 Mei 1980, salah satu poinnya adalah keprihatinan terhadap pidato Pak Harto yang mereka sebut keliru menafsirkan Pancasila sehingga dapat digunakan sebagai suatu ancaman terhadap lawan-lawan politik. Padahal, Pancasila dimaksudkan oleh para pendiri Republik Indonesia sebagai alat pemersatu Bangsa.
Begitulah sekelumit cerita hari ulang tahun Kopassus 23 tahun lalu. Selanjutnya, seperti dalam otobiografinya, Pak Harto mengaku tidak suka dengan cara-cara Petisi 50. “Saya tidak suka apa yang dilakukan oleh yang disebut Petisi 50 ini. Saya tidak suka cara-cara mereka, terlebih lagi karena mereka menyebut diri mereka patriot.” Pak Harto turun dari kursi presiden tahun 1998.
Sumber: Merdeka.com
d13c6805b9093c390c2bd322d1d46e22_kisah-soeharto-bicara-soal-selir-artis-di-hari-kopassus