Boleh
percaya boleh tidak, tapi tidak ada ruginya bila mengikuti nasihatnya.
Dalam membuat sesuatu penilaian terhadap seseorang dan
sesuatu peristiwa, cara Jawa menggunakan berbagai metode yang dirumuskan
berdasarkan pengalaman empiris ratusan atau bahkan ribuan tahun. Metode-metode
itu antara lain neptu, jam kelahiran,
hari lahir atau weton, bulan dan tahun Jawa, wuku, pranotomongso, nogo dino,
pal, paringkelan, poncosudo, kamarokam dan katuranggan (fisiognomi kalau
menurut cara China).
Semua metode perhitungan yang dikenal umum sebagai
primbon itu, kecuali katuranggan yang berpedoman pada ciri-ciri fisik dan
cahaya serta aura orang, metode-metode yang lain didasarkan pada ciri dan sifat
alam semesta yang sangat terinci, yang dianggap bisa memberikan pengaruh kepada
seseorang atau sesuatu kejadian. Karena itu, perhitungan ini sesungguhnya
bukanlah ramalan gaib, melainkan sebuah ilmu pengetahuan yang sudah teruji
dalam jutaan kasus dalam kurun waktu yang panjang. Lantaran tulis-menulis belum
menjadi tradisi yang ketat pada orang Jawa zaman dahulu, maka pengetahuan
tersebut menyebar dari mulut ke mulut secara turun-menurun. Akibatnya bumbu
cerita dan eksesnya tidak bisa dibendung, terutama bumbu-bumbu gaib.
Perhitungan Jawa menghasilkan perkiraan potensi diri dan
potensi kejadian, yang disajikan dalam bentuk analisa “kekepan" atau kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, beserta antisipasi dan solusinya. Karena itu
meskipun seseorang misalkan, memiliki potensi kelemahan dan peluang atau
berpontensi terjadinya hal buruk , tidak otomatis semua potensi tersebut akan
menjadi kenyataan, asalkan yang bersangkutan bisa tau dan memahami dirinya,
selanjutnya dengan itu tau menempatkan dan tau membawa diri. Demikian pula kemungkinan sebaliknya.
Sesunguhnyalah, perhitungan Jawa itu tidak ada bedanya
dengan sebuah analisa SWOT (Strong-Weakness- Opportunity –Threat) di era modern
ini, yang menggambarkan hal-hal baik seperti kekuatan dan peluang serta hal-hal
buruk seperti kelemahan dan ancaman. Seseorang yang memahami kelebihannya dan
bisa mendayagunakan dengan baik, lebih-lebih bisa menangkap serta memanfaatkan
peluang yang timbul, sementara itu ia juga bisa mengatasi kelemahan dan
membendung potensi ancamannya, maka orang tersebut akan sukses dan bahagia
dalam kehidupannya.
Sebaliknya, orang yang tidak tau diri, tidak mengenal,
tidak memahami dirinya, kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman diri serta
kehidupannya, tentu ia akan menjadi orang yang tidak bisa menempatkan diri dan
tidak bisa membawa diri. Kekekuatan dan kelebihan dirinya dibiarkan sia-sia,
kelemahannya tidak diatasi justru diobral dan ditonjol-tonjolkan, peluang baik
disia-siakan, sedangkan ancaman marabahaya disongsongnya bahkan nyaris tanpa
persiapan apa-apa. Maka celakalah hidupnya. Naudzubillah.
Dalam prakteknya, karena memang tidak mudah mempelajari
semua metode, orang hanya membuat perhitungan berdasarkan satu metode saja,
misalkan weton atau hari dan pasaran
kelahirannya. Yang dimaksud hari itu ada 7 yaitu Ahad sampai Sabtu, sedangkan
pasaran ada 5 yaitu Pahing, Pon, Wage, Kliwon, Legi. Kombinasi hari dan pasaran
akan menghasilkan jumlah 35 (tiga puluh lima) weton yang masing-masing akan berulang setiap 35 hari sekali.
Perkiraan keadaan dan analisa SWOT mana yang paling
tepat. Tentu saja yang paling banyak menggunakan parameter perhitungan, alias
menggunakan berbagai metode secara kombinasi, yang bisa saling melengkapi,
mengisi dan memperkuat. Namun demikian itu tidak mudah, sebab memerlukan
kecermatan tinggi.
Berikut ini saya sajikan sebuah analisa tentang pasangan
Calon Presiden dan Calon Wakil Presiden Republik Indonesia yang pendaftarannya
dilakukan pada tanggal 19 dan 20 Mei 2014 yang lalu. Agar tidak memihak, saya
akan sajikan gambaran umum secara singkat saja berdasarkan pengaruh alam terhadap
peristiwa dan manusia pelaku peristiwa tersebut, dan tidak akan menyajikan analisa pribadi
apalagi dengan menyebut nama orang.
Kedua pasangan Capres-Cawapres, selanjutnya saya sebut
kandidat, sama-sama mempunyai pendirian yang kokoh dan tidak mudah goyah, yang
mampu menarik perhatian serta mempengaruhi orang banyak. Mereka royal, suka menghamburkan-hamburkan dana
tidak menentu dan berpotensi mengalami kekurangan. Keduanya mudah jatuh hati,
terpesona dengan orang atau tokoh. Kalau meminjam istilah play-boy, mereka
mudah tergiur dengan wanita dan selalu berusaha memiliki bahkan merebutnya.
Apabila tidak bisa menahan diri, akan menjadi sabet sana-sini, tubruk
sana-sini.
Salah satu pasangan berpotensi bagaikan api yang
berkobar panas, pencemburu dan cenderung membesarkan-besarkan perkara. Tetapi
Gusti Allah memang Maha Adil, meski potensial panas, ia selalu siap membantu
dan terbuka dalam menerima petunjuk dari orang yang dipercaya dan mempercayainya.
Sedang yang satunya bagaikan bulan yang cenderung berbudi luhur dan mencintai
kejujuran dan cerdas serta bertanggungjawab. Namun demikian ia pun mudah
tersinggung bila disepelekan, dan jika sudah begitu bisa bagaikan bumi yang walaupun
pendiam lagi terbuka hatinya bagi orang lain, tapi berpotensi bikin ribut pula.
Pengaruh wuku Galungan
dan pranatamangsa Saddha kepada
kedua kandidat, memberikan sifat ramah dan tangkas dalam berkampanye, suka
menghibur orang lain yang kesusahan, ingin cepat dalam menyelesaikan setiap
tugas sehingga bisa grusa-grusu, gegabah
lagi pula mudah gusar. Mereka bisa bagai burung elang yang bernafsu besar lagi
ganas yang meluncur hendak menerkam anak kambing yang terikat. Menerkam,
menerjang, menggilas apa saja.
Pasangan kandidat yang mempunyai ciri bulan, lebih suka
menata rumahtangga negara dan mengembangkan pertanian. Mereka berpotensi menjadi
penurut jika menemukan kecocokan, sehingga bisa menjadi sahabat yang baik tapi
mudah dimanfaatkan orang. Sayangnya, juga sekaligus punya hawa kurang bisa
membalas budi dan berani kepada atasan atau senior. Bila ini yang menonjol,
sang penurut bisa berubah menjadi susah
diredakan.
Sementara itu Sang Api, sesungguhnya berpotensi
terkendali jiwanya bila dikelilingi penasehat-penasehat yang dingin. Keahlian
dan minatnya luas, tetapi ambisinya yang besar mudah mengundang para pendukung
yang menyalakan emosinya. Seperti peribahasa “melik anggendong lali”, ambisi dan nafsu besar untuk memiliki
sesuatu bisa membuat kita lupa diri, lupa segala hal baik. Orang bisa menjadi
ganas, penghasut, pemfitnah dan berusaha mencapai kehendaknya dengan caranya
sendiri. Naudzubillah.
Aura tahun membuat Pemilihan Presiden (Pilpres) ini bisa
seperti sebuah drama petualangan yang berlangsung cepat dan campur aduk, penuh romantisme, kegembiraan, impulsif, liar
ugal-ugalan, sembrono, menguras tenaga dan dibayangi oleh frustasi serta
kehampaan. Maka siapa yang bisa mengendalikan diri, dingin, jernih serta
mengelola tim dengan baik akan bisa meraih kemajuan.
Oleh sebab itu yang harus diwaspadai oleh kedua kandidat
beserta para pendukungnya adalah potensi mudah marah, cepat tersinggung dan
besar irihatinya terhadap yang lain. Agar persaingan merebut RI-1 dan RI-2
berlangsung baik dan tidak memicu hura-hara besar, sebaiknya para kandidat mencari
penasehat-penasehat yang dingin dan jernih bagaikan air dari telaga makrifat
yang dalam dan tenang, serta sungguh-sungguh menghindari kampanye hitam, fitnah
dan kecurangan. Kedua kandidat harus bisa menahan diri serta menghormati satu
sama lain, mengendalikan para pendukungnya dan menghayati hakekat Sang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, serta taat dengan sesungguh-sungguhnya taat
kepadaNYA.
Kalau
saja pendaftaran bisa dilakukan antara hari Rabu – Sabtu (21 – 24 Mei 2014)
potensi aura positif akan lebih besar.
Sementara itu masyarakat luas jangan mudah terpancing
ikut memperkeruh suasana dengan menyebarluaskan fitnah dan kampanye hitam yang
menyesatkan, yang bisa menimbulkan luka mendalam sekaligus dimurkai Gusti Allah
Yang Maha Suci. Janganlah kita terpancing menjadi sok tahu, sok bersih, sok
suci serasa memegang kunci pintu surga. Memang kita harus berani menegakkan
amar makruf nahi munkar, namun hendaklah kita adil dan waspada, sungguh-sungguh
tahu membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, bukan karena sekedar kata
atau foto dan berita kiriman teman. Jangan lupa, kita masing-masing akan
memanen buah perbuatan kita sendiri. Maka jika anda tidak ingin tersapu badai,
janganlah suka menabur angin, menyebarkan gibah dan fitnah.
Para ulama nan bijak bestari dan TNI/Polri harus bisa
berdiri tegak secara netral, menjadikan dirinya bagaikan air sejuk yang bisa
mendinginkan suasana panas nan membara, dan bukan sebaliknya ikut-ikutan
memperbesar nyala api permusuhan. Bisa menjadi bagaikan tali pengikat sapu
lidi, bisa menjadi lem yang merekatkan serpihan-serpihan kayu atau tatal, menjadi
sebuah tiang seperti tiang Masjid Agung Demak yang kokoh kuat.
Aura abad, bumi dan langit sungguh sedang kurang berpihak
kepada negara kepulauan seperti Nusantara kita ini. Yang bila kita tidak
hati-hati dan bijaksana dalam bertindak, bahaya perpecahan bangsa dan negara akan
menerjang. Dalam kondisi yang seperti ini kita semua harus mengutamakan persatuan
dan persaudaraan dengan pelukan kasih sayang yang menenangkan dan menenteramkan
satu sama lain.
Demikianlah sahabatku, sekilas catatan selingan di
tengah hiruk pikuk menjelang kampanye Pemilihan Presiden.
Jumat, 23 Mei 2014.