Tantangan yang dihadapi bangsa dan negara dewasa ini dan di masa 
depan, sungguh bukan main besar, berat dan kompleksnya. Dunia sedang 
berubah dengan cepat. Sinergi dari akumulasi modal di tangan sejumlah 
kecil warga dunia – dan juga Indonesia – dengan perkembangan ilmu 
pengetahuan dan teknologi yang luar biasa mewarnai kehidupan kita 
sehari-hari dan terus berubah jauh lebih pesat dibanding yang dialami 
nenek moyang kita.
Kita sedang mengalami perubahan pergerakan yang menakjubkan di segala
 bidang baik ekonomi, sosial, budaya, teknik maupun politik. Persaingan 
dan peperangan yang kita hadapi telah menjelma menjadi Perang Semesta 
Global, yang tidak semata-mata mengandalkan tank lapis baja, senapan 
tempur dan peluru kendali. Sedangkan benteng-benteng kerajaan dan 
imperium pusat kekuasaan bukan lagi terbuat dari beton, berdinding batu,
 gudang senjata dan angkatan perang konvensional. Divisi-divisi Perang 
Semesta Global dalam tempo sekejab akan mampu menembus pertahanan 
sesuatu negara bahkan dinding-dinding kamar tidur pribadi segenap warga 
dunia, termasuk Indonesia, menggempur dan mengacu otak serta jalan 
pikiran penghuninya.
Dalam tulisan sebelumnya telah kita bahas betapa gempuran dahsyat 
tersebut kini sudah bisa kita lihat pada pola pikir, perilaku, gaya 
hidup dan bahkan peradaban masyarakat. Nampak jelas, masyarakat 
Indonesia kini sedang mabok dalam alunan musik jiwa yang pragmatis, 
hedonis, individualis, materialis dan narsis. Kita mulai berubah menjadi
 masyarakat yang sangat egois, yang memuja diri sendiri, yang 
menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, khususnya agar bisa 
“berkuasa dan kaya dalam tempo yang sesingkat-singkatnya dengan segala 
cara.” Hidup kita menjadi boros, keras lagi mementingkan diri sendiri. 
Menjadikan kesalehan hanya sekedar sebagai formalitas.
Pola hidup masyarakat sedang berkembang pesat ke pola hidup yang 
sangat konsumtif berlebihan, serba mewah dan gemerlap, sehingga 
menjadikan negeri kita senantiasa defisit dalam neraca pembiayan dan 
perdagangan luar negerinya. Kita telah menjadi bangsa yang tekor 
lantaran pola hidup kita. Cobalah perhatikan barang-barang kebutuhan 
kita sehari-hari, mulai dari bahan pangan yang sangat sederhana seperti 
garam sampai dengan peralatan elektronik yang canggih, sebagian besar 
berasal dari impor. Demikian pula penguasaan sumber daya alam, seperti 
minyak dan gas bumi, mineral dan emas, hutan dan kebun kelapa sawit 
bahkan air minum dalam kemasan, pabrik semen, rokok dan toko-toko 
kelontong dan bahan pokok, juga dikuasai oleh modal asing atau pengusaha
 besar yang bekerjasama dengan asing. Sementara rakyat di sekitarnya 
tetap miskin dengan tingkat kesenjangan sosial ekonomi bahkan politik 
yang semakin melebar.
Ironisnya, di negeri kita tercinta Indonesia ini, yang justru 
memprihatinkan dan mengkuatirkan, kelompok-kelompok yang paling 
menikmati sumber daya alam dan kue pembangunan, adalah kelompok yang 
oleh berbagai media massa terutama media sosial yang sangat luas 
jaringan dan jangkauannya, dicirikan dan disebut Asing – Aseng, yang 
tiada lain adalah orang-orang asing dan WNI keturunan Cina, yang secara 
kebetulan dalam keyakinan beragama juga banyak berbeda dengan mayoritas 
penduduk.
Posisi strategis Asing – Aseng khususnya WNI keturunan Cina pada 
kegiatan ekonomi, dalam praktek kehidupan adalah merupakan kekuasaan 
potensial dan aktual, yang selanjutnya mudah merambah ke penguasaan 
sumber daya alam, penguasaan media massa kemudian ke politik dan 
pemerintahan dan lain sebagainya, yang apabila tidak diatasi secara 
sistemis strategis, maka akan menjadi gurita kekuasaan yang mendominasi.
 Padahal dominasi hanya akan melahirkan pertentangan, sehingga cepat 
atau lambat, dominasi akan menemui perlawanan, lebih-lebih lagi karena 
dominasi kekuasaan yang berbasis ekonomi tersebut diwarnai dengan 
perbedaan SARA (Suku Agama Ras dan Antar Golongan)
Kita sungguh bagaikan memutar mundur jarum sejarah tatkala Gelombang 
Globalisasi Pertama yang ditandai dengan penemuan-penemuan 
telekomunikasi, mesin industri dan kapal uap, membawa para kapitalis dan
 imperialis asing yang bekerjasama dengan orang-orang Timur Asing, 
datang dan kemudian menguasai Nusantara; namun kini dengan daya rusak 
terhadap sumber daya alam dan sumber daya manusia yang jauh lebih 
dahsyat.
Dengan mega tantangan persoalan yang seperti itu, tidak mudah kita 
memilih pemimpin. Karena pemimpin kita dewasa ini dan di masa mendatang,
 bukan hanya dituntut kuat dan cerdas, tapi juga harus mampu memahami 
tantangan persoalan yang dihadapi dan selanjutnya peduli, bahkan harus 
sangat peduli kepada rakyatnya, terutama sebagian besar rakyatnya yang 
termaginalkan oleh dominasi Asing – Aseng yang kental dengan nuansa 
SARA-nya.
Pengalaman juga mengajarkan, omong kosong seseorang mengakui 
mencintai Tuhannya yang tak nampak, mengaku taat menjalankan 
habluminallah, jika habluminanasnya, jika mencintai sesama manusia 
beserta alam semesta yang nampak saja tidak. Omong kosong kita mengaku 
mencintai rakyat kecil yang jauh di pelosok wilayah kepemimpinnan kita, 
bahkan jauh di pelosok tanah air – di rimba-rimba Aceh, Jambi, 
Kalimantan, Sulawesi, Papua dan pelosok-pelosok lain; omong kosong kita 
mengaku memiliki kepedulian dan budi baik terhadap rakyat, apabila 
terhadap orang-orang dekat serta orang-orang yang pernah berjasa kepada 
kita saja, kita tidak peduli dan tidak memiliki budi baik terhadapnya
.
Demi menjadi bangsa yang besar, kuat, jaya dan makmur sejahtera di 
kancah Perang Semesta Global yang telah mulai merusak jatidiri serta 
peradaban kita sebagai bangsa di negeri kepulauan Nusantara Raya ini, 
maka baik secara individu maupun secara kolektif kita harus mampu 
merevolusi mental dan moral yang merusak tadi, serta membangun kembali 
jatidiri selaku insan kamil yang senantiasa jujur dan apa adanya, tahu 
diri, tahu menempatkan diri dan tahu membawa diri, yang hidup dengan 
prinsip 
Peduli BSM, yaitu 
“Bersih – Sederhana – Mengabdi”.
Dengan Peduli BSM maka segala macam aktivitas yang kita lakukan harus
 dimulai dengan kebersihan jiwa, kebersihan hati dan niat, dikembangkan 
dalam pola kehidupan serta perilaku kesederhanaan, dengan sasaran 
pengabdian kepada masyarakat banyak. Pola hidup Peduli BSM yang sudah 
pernah dicanangkan oleh Yayasan Amanah Umat, Jakarta dan dibacakan oleh 
Ketua Dewan Pembinanya Prof.K.H.Ali Yafie 12 Oktober 2005, harus 
dikembangkan menjadi moral ekonomi, politik, hukum dan terus 
dikembangkan ke sektor-sektor kehidupan lainnya terutama dalam 
kebudayaan.
Dalam budaya ekonomi, kita harus bisa mengobarkan perang terhadap 
sikap hidup yang konsumtif dan boros, dengan membudayakan sikap hidup 
hemat, sederhana dan menabung. Kita harus menggalang etos dan budaya 
industri secara hakikat dalam makna yang luas yakni pola pikir, sikap 
hidup dan perilaku untuk mendayagunakan sumber daya alam, ketrampilan, 
peralatan dan ketekunan kerja dalam suatu mata rantai produksi yang 
luas, berkesinambungan serta mengutamakan nilai tambah, dan bukan dalam 
arti sempit sebagaimana kita kenal selama ini, yang dibatasi hanya 
semata-mata sebagai suatu proses pabrikasi. Etos dan budaya industri itu
 harus dikembangkan dalam sistem kebersamaan dan kekeluargaan yang kita 
kenal sebagai gotongroyong, sehingga mampu menggetarkan setiap pori-pori
 kehidupan anak bangsa
Dalam memaknai geo sosial – ekonomi di zamrud khatulistiwa yang 
secara potensial subur makmur ini, kita pun harus berani secara tegas 
dan berkeyakinan menyatakan bahwa Indonesia harus memiliki pribumi yang 
kuat, karena pribumi yang kuat merupakan kunci pembauran, integrasi dan 
keharmonisan bangsa yang bhineka ini. Untuk itu pula Pemerintah harus 
memiliki serta melaksanakan kebijakan strategis yang menyeluruh dan 
terpadu, bukan hanya bersifat tambal sulam, emosional, dan manipulatif, 
serta tidak pernah menyentuh persoalan utama yakni penguasaan modal yang
 menyebabkan peta kompetisi menjadi sangat tidak seimbang.
Kita juga harus berani dan tegas menggariskan kebijakan pembangunan 
yang peduli, memihak serta mengabdi pada rakyat dan komunitas, yang 
produktif berkesinambungan, mendayagunakan keunggulan lokal, yang 
melestarikan eko sistem dan melakukan konservasi. Yang juga tidak kalah 
penting, adalah secara sungguh-sungguh tidak pandang bulu, memberantas 
KKN (Korupsi – Kolusi – Nepotisme).
Dalam rangka Revolusi Mental dan Moral maka para Pemimpin Negara, 
Pemimpin Pemerintahan dengan segenap aparat birokrasi, penegak hukum, 
TNI – Polri serta para elite nasional tingkat pusat dan daerah harus 
terlebih dahulu merevolusi mental dan moralnya sendiri, serta menjadikan
 dirinya sebagai suri tauladan. Revolusi mental dan moral tersebut harus
 menggelinding bagaikan bola salju yang makin lama makin besar, dengan 
para pemimpin sebagai intinya. Revolusi mental dan moral harus dimulai 
dari pembersihan niat, perilaku dan cara berfikir serta moralitas 
pemimpin masyarakat atau pemegang kendali di sektor-sektor kehidupan 
masyarakat, termasuk di dalamnya para ulama dan umara.
Para tokoh masyarakat harus bangkit menghidupkan kembali budaya serta
 kearifan-kearifan lokal suku-suku bangsa di Nusantara yang hidup rukun,
 damai, penuh toleransi, gotongroyong dan unggul dalam seni dan 
ketrampilan. Para ulama harus bisa membumikan ajaran dan kesalehan 
formal umatnya dalam berbagai kegiatan dan perilaku amal saleh.
Apabila para pemimpin dan rakyat bisa sama-sama hidup Peduli BSM: 
bersih – sederhana dan mengabdi, niscaya solidaritas sosial dan saling 
kepercayaan yang kini kian menipis, bisa digalang kembali. Sejarah di 
berbagai belahan bumi telah mengajarkan, para pemimpin yang hebat adalah
 mereka yang senasib sepenanggungan dengan rakyat serta bisa menghayati 
penderitaan rakyatnya. Jangan sampai misalkan kepada anak buah dan 
masyarakat diminta hidup hemat dan pesta sederhana, sementara 
pemimpinnya berpesta pora hidup bergelimang kemewahan. Jangan sampai 
rakyat diharuskan taat pada hukum, perundang-undangan dan peraturan 
pemerintah, sementara di lain pihak para pejabat negaranya melanggar 
seenaknya. Jangan sampai bersemboyan sebagai abdi masyarakat, namun 
dalam praktek keseharian kita minta dilayani dan memeras masyarakat. 
Sudah menjadi rahasia umum, di bidang usaha saja, boro-boro dilayani 
dengan baik, belum apa-apa, baru mengurus ijin usaha saja sudah dikenai 
berbagai pungutan. Padahal usahanya belum berjalan dan belum tentu 
memperoleh keuntungan, bahkan mungkin bisa bangkrut.
Pemimpin-pemimpin yang menghayati penderitaan rakyat dan visioner, 
akan dengan mudah membangkitkan harapan rakyat atas masa depan yang 
gemilang di kancah perang dan kompetisi global yang tak mungkin 
dihindari. Pemimpin-pemimpin yang seperti itu, yang pola hidupnya 
peduli-bersih-sederhana-mengabdi, akan dengan mudah menggalang dukungan 
serta mengajak rakyatnya bersama-sama mewujudkan masa depan nan 
gemilang.
Berani Bersumpah Mubahalah.
Pemimpin yang Peduli BSM akan berani mengucapkan sumpah jabatan yang 
setara dengan sumpah mubahalah di zaman Kanjeng Nabi Muhammad Saw. Akan 
berani mengubah sumpah jabatan ecek-ecek seperti selama ini menjadi 
seperti sumpah mubahalah. Kejujuran dan sumpah merupakan ajaran penting 
yang bernilai utama, sehingga banyak disinggung dalam Al Qur’an. 
Kesaksian palsu misalkan, disinggung dalam Surat Al Furqaan: 72, sebagai
 hal yang harus dihindari. Sedangkan tentang bersumpah dalam rangka 
menegakkan kebenaran, ditegaskan dalam Surat Ali Imran: 61 yang 
mengkisahkan bagaimana Rasulullah menantang bersumpah dan berdoa 
sungguh-sungguh agar siapa yg berbohong beserta keluarganya segera 
dilaknat Allah. Sumpah seperti ini disebut mubahalah.
Di dalam sejarah dan hukum Islam, dua kelompok atau orang yang 
berbeda pendapat tentang sesuatu hal, dan tidak memungkinkan adanya 
saksi atau kalau pun ada tidak diterima pihak lain karena beda 
keyakinan, maka kedua pihak tersebut dapat bersama-sama melakukan 
mubahalah.
Dasar hukum mubahalah adalah firman Allah Swt dalam Surat Ali Imran ayat 61 tersebut, yang berbunyi: 
“Maka
 barangsiapa membantahmu tentang itu, sesudah datang pengetahuan 
kepadamu, katakanlah (kepada mereka): Marilah kita ajak anak-anak kami 
dan anak-anak kamu, isteri-isteri kami dan isteri-isteri kamu, kaum kami
 dan kaum kamu, kemudian kita berdoa agar Allah menjatuhkan laknat 
kepada orang-orang yang berdusta.”
Dalam riwayat, Kanjeng Nabi Muhammad pernah dua kali menantang 
mubahalah terhadap penentangnya dengan mengikutkan orang-orang yang 
dicintainya yaitu Ali, Fatimah serta Hasan dan Husin dalam sumpah. 
Ternyata lawan-lawannya tidak ada yang berani diajak bermubahalah.
Di kalangan masyarakat Jawa, mubahalah ini dikemas sedemikian rupa 
menjadi amat sangat seram dan disebut Sumpah Pocong, karena yang 
bersumpah harus dalam keadaan dikafani atau dipocong selayaknya jenazah,
 dan dilakukan secara khidmat di masjid atau mushola di hadapan orang 
banyak sebagai saksi (
https://islamjawa.wordpress.com/2009/11/12/sumpah-cicak-vs-buaya/).
Tetapi jangan lupa, Pemimpin itu sesungguhnya bukan hanya Presiden, 
Gubernur dan Bupati, melainkan kita semua, sebagaimana Sabda Kanjeng 
Nabi Muhammad Saw., “Semua kamu adalah pemimpin dan bertanggungjawab 
atas kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dan bertanggungjawab 
atas rakyatnya. Seorang suami adalah pemimpin dalam keluarganya dan 
bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Seorang isteri adalah pemimpin 
dan bertanggungjawab atas penggunaan harta suaminya. Seorang karyawan 
(juga pelayan) bertanggungjawab atas harta perusahaan (majikan). Seorang
 anak bertanggungjawab atas penggunaan harta ayahnya. (Hadis Bukhari dan
 Muslim).
Oleh sebab itu, marilah kita bangun kepedulian dan kebersamaan kita 
sebagai bangsa dengan jalan mempraktekkan pola hidup Peduli BSM. Pola 
hidup peduli dan berpihak pada rakyat banyak, peduli dengan kehidupan 
yang bersih – sederhana dan mengabdi, akan membuat perekonomian 
Indonesia bergeser dari perekonomian yang konsumtif menjadi perekonomian
 yang produktif. Korupsi yang lebih berbahaya dan lebih jahat dibanding 
terorisme akan dapat diberantas. Ekonomi berbiaya tinggi akan dapat 
ditekan, sehingga daya saing Indonesia menjadi bagus. Devisa kita akan 
bisa banyak dihemat dan dihimpun. Lapangan kerja akan banyak tersedia 
karena sektor produksi tumbuh bagaikan pohon industri yang menjulang 
tinggi, berdahan dan berbuah lebat serta kokoh subur tertanam dalam alam
 Nusantara yang sesuai.
Pengangguran ditekan sekecil mungkin, sumber daya alam terkelola 
dengan baik dan tidak dieksploitasi secara sembarangan. Lingkungan hidup
 terjaga dan terpelihara, pertumbuhan sosial ekonomi akan merata ke 
segenap pelosok tanah air, kesenjangan sosial terjembatani, keadilan 
sosial dapat ditegakkan, keamanan dan ketertiban umum terpelihara baik 
lagi terkendali. Ekonomi rakyat dengan demikian pasti akan tumbuh dalam 
kehidupan masyarakat Nusantara Raya, negeri maritim di zamrud 
khatulistiwa, yang aman tenteram, adil makmur, sejahtera jaya sentosa.
Pemimpin dengan kepemimpinannya yang Peduli BSM itulah yang sangat 
kita perlukan dewasa ini dan di masa mendatang, yang akan membawa bangsa
 besar ini berjaya di kancah Perang Semesta Global. Semoga kita segera 
dan senantiasa dikarunia pemimpin-pemimpin yang Peduli BSM di sepanjang 
masa. Aamiin.
Sahabatku, semoga pula tulisan yang mencapai seri ke 27 ini tidak 
membosankan anda, serta diridhoii, dirahmati dan diberkahi oleh Gusti 
Allah Yang Maha Kuasa. Alhamdulillah Aamin.
Depok, 14 Maret 2016.