KETAATAN UMAT KEPADA ULAMA, SEJAUH MANA?
Doa, nasihat, petunjuk serta perintah para ulama itulah yang sekarang ini sangat dinantikan umat Islam di Indonesia, tatkala satu sama lain tengah dipertentangkan, berprasangka buruk, menzalimi dan menggibah, bahkan bukan hanya sudah saling menyindir, tetapi sudah hendak saling menerkam, dan semuanya gara-gara politik yang mengobarkan pesona harta dan kekuasaan. Karena politik, bisa menyebabkan ada diantara kita yang merasa sok tahu banyak hal, sok memonopoli kebenaran, sehingga tega mengecap buruk saudara seimannya. Naudzubillah. Padahal Rasulullah SAW bersabda sebagaimana diriwayatkan Ibnu Umar, “Seorang muslim itu adalah saudara bagi muslim yang lain. Oleh sebab itu, jangan menzalimi dan meremehkannya dan jangan pula menykitinya." (HR. Ahmad, Bukhori dan Muslim)
Islam mengajarkan umatnya untuk saling tidak membuka aib yang hanya akan membuat saudaranya terhina. Dan Allah SWT pun memberikan balasan kepada umatnya yang menutupi aib saudaranya sesama muslim, diantaranya Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akahirat kelak. Adapun hadits yang menjelaskan adalah, “Tidaklah seseorang menutupi aib orang lain di dunia, melainkan Allah akan menutupi aibnya di hari kiamat kelak.” (HR. Muslim)
“Barang Siapa menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aib orang tersebut di dunia dan akhirat.” (HR. Ibnu Majah)
Sebaliknya siapa yang mengumbar aib saudaranya maka Allah akan membuka aib hingga aib rumah tangganya. “Barang siapa yang menutupi aib saudara muslimnya, Allah akan menutupi aibnya pada hari kiamat, dan barang siapa mengumbar aib saudara muslimnya, maka Allah akan mengumbar aibnya hingga terbukalah kejelekannya di dalam rumahnya.” (HR. Ibnu Majah).
Tentang ketaatan kepada ulama tersebut, beberapa sahabat bertanya, “tetapi, ulama mana yang harus ditaati pada zaman edan sekarang ini?” Para pemikir Islam klasik jauh-jauh hari sudah menyadari dan mengingatkan, bahwa ulama yang paling buruk adalah ulama yang datang ke penguasa, kecuali untuk memperingatkan dan menegur Sang Penguasa. Datang atau didatangi penguasa bukan untuk mengumbar pesona dunianya, bukan untuk makan enak sementara masih banyak umatnya yang kelaparan, apalagi untuk menjadi ulama kes, memperoleh oleh-oleh atau hadiah uang tunai. Oleh karena itu pula pada hemat Al Ghazali, ulama harus tegak menjaga fungsinya sebagai pemegang amanah Allah, penjaga waris Nabi-Nabi dan penegak politik keadilan. Para ulama dan cendekiawan harus bersikap waspada dan jangan menundukkan diri pada politik kezaliman, bahkan jika dianggap perlu harus mengambil sikap uzlah, menjauhkan diri dari segala soal yang berbau politik kekuasaan.
Demikianlah wahai sahabat-sahabatku, semoga kita semua dikarunia hidayah untuk senantiasa taat kepada Gusti Allah SWT dan Kanjeng Nabi Muhammad SAW, dengan mematuhi perintah serta mengikuti keteladanannya, khususnya dalam memuliakan para ulama selaku pewarisnya, memuliakan saudara-saudara kita dengan saling mengasihi dan melindungi satu sama lain. Semoga, Allahumma aamiin. (Ingin membedakan ulama baik dan buruk, lihat : ULAMA dan PENGUASA, https://islamjawa.wordpress.com/2016/10/20/ulama-dan-penguasa/).