Sang Guru Sejati,
Hartati dan Arta
Daya
Bait
19 :
Ana kayu apurwa
sawiji,
wit buwana epang
keblat papat,
agodong mega
rumembe,
apradapa kukuwung,
kembang lintang
salaga langit,
semi andaru kilat,
woh surya lantengsu,
asirat bun lan udan,
apepucuk akasa
bungkah pratiwi,
oyode bayu braja.
Artinya :
Ada
batang kayu bermula dari satu,
pohon
dunia bercabang empat penjuru,
berdaun
mega yang tergerai subur,
berpucuk
pelangi,
berbunga
bintang bertaburan di langit,
bersemi
kayu kilat (petir),
berbuah
matahari dan bulan,
percikan
embun dan hujan,
berpucuk
langit beralaskan bumi,
akarnya
angin dan halilintar.
Bait
20 :
Wiwitane duk anemu
candi,
gegedhongan miwah
wawarangan (versi lain:wawarangkan),
sihing Hyang kabesmi
kabeh,
tan ana janma kang
wruh,
yen weruha purwane
dadi,
candi segara wetan,
ingobar karuhun,
kayangane sang Hyang
Tunggal,
sapareke kang
jumeneng mung Hartati,
katon tengahing
tawang.
Artinya :
Bermula
tatkala menemukan candi (bangunan suci),
gedung-gedung
dan pestanya (versi lain : kandang),
kasih
sayang Tuhan dibakar semua,
tiada
makhluk yang tahu,
bila
tahu akan lebih dulu jadi,
candi
lautan timur,
berkobar
lebih dulu,
kayangan
(istana langit) Sang Maha Esa,
ternyata
yang ada hanya karsa utama,
nampak
di tengah angkasa.
Bait
21 :
Gunung Agung segara
Serandil,
langit ingkang
amengku buwana,
kawruhana ing
artine,
gunung segara umung,
guntur sirna amangku
bumi,
duk kang langit
buwana,
dadya weruh iku,
mudya madyaning
ngawiyat,
mangrasama ing
gunung Agung sabumi,
candi-candi segara.
Artinya :
Gunung
Agung laut Serandil,
langit
yang menyelimuti bumi,
pahamilah
artinya,
gunung
lautan gaduh,
guntur
lenyap memenuhi bumi,
tatkala
langit dan bumi,
jadi
ketahuilah itu,
memuja
tengahnya (pusat) langit,
membangun
pondok satu negeri di gunung Agung,
candi-candi
lautan.
Bait
22 :
Gunung luhure
kagiri-giri,
sagara agung datanpa
sama,
pan sampun kawruhan
reke,
arta daya puniku,
datan kena cinakreng
budi,
nanging kang sampun
prapta ,
ing kuwasanipun ,
angadeg tengahing
jagad,
wetan kulon lor kidul
ngandhap myang nginggil,
kapurba kawisesa.
Artinya :
Gunung
tinggi nan luar biasa,
laut
pasang yang tiada tara,
semua
sudah diketahui,
arta
daya itu,
tak
terbayangkan oleh akal,
namun
yang sudah sampai,
pada
kuasanya,
berdiri
di tengah jagad,
timur
barat utara selatan atas bawah,
semua
atas kuasaNya.
Bait
19 sampai 22 ini menunjukkan betapa Sunan Kalijaga sebagai penggubah kidung,
memiliki pengetahuan yang luas dan perasaan yang peka terhadap alam
semesta. Karena itu ia bisa menuangkan
nuansanya secara indah ke dalam kiasan-kiasan yang memiliki daya sugesti
spiritual yang tinggi. Ia juga bisa bertutur tentang Gunung Agung di Bali dan
segara Serandil yang ada di daerah Cilacap. Keduanya pada saat itu cukup jauh
jaraknya dari daerah Pantai Utara Jawa, dan bagi penganut kepercayaan dan
kebatinan, dipercaya memiliki kekuatan magis alam semesta yang dahsyat.
Ia
memulai bait 19 dengan gambaran sebuah pohon keyakinan yang bersumber dari
sawiji yang bisa berarti satu, tapi bisa juga berarti dari sebuah biji.
Maknanya sama saja yakni berasal dari Yang Satu. Pohon keyakinan itu tumbuh
subur dan menyebar ke segenap penjuru mata angin. Pohon keyakinan yang berpijak
berakar kokoh di bumi, menjulang tinggi ke angkasa menembus langit.
Bait
20 sampai 22 menceritakan pencarian seorang hamba pada keyakinan terhadap yang
Maha Kuasa dari waktu ke waktu. Untuk itu ia bisa meninggalkan kehidupan yang
penuh pesona dunia. Tak ada yang tahu di mana istana Tuhan. Namun akhirnya ia
menemukan Hartati atau karsa yang utama, yaitu daya kekuatan jiwa yang luar
biasa, yang mendorong makhluk hidup
untuk berkehendak.
Hartati
yang berasal sekaligus merupakan manifestasi dari Tuhan pada setiap diri
manusia itu, tidak mudah diketemukan, apabila sang manusia tidak bisa
menaklukan hawa nafsunya yang setinggi gunung, bergelora bak laut pasang dan
menggelegar bagaikan guntur, meskipun ia
berada di dalam rumah peribadatan yang disucikan.
Manusia
yang bisa memahami, menaklukkan serta mengendalikan hawa nafsunya juga akan
memiliki arta daya, yaitu kebijaksanaan dan kekuatan batin yang luar biasa.
Orang yang seperti itu akan berdiri kokoh di dunia, serta dihormati manusia sejagad
lantaran sudah memperoleh berkah kekuasaan Yang Maha Kuasa. Arta daya akan
menuntunnya di dalam kehidupan di dunia. Manusia yang seperti itu oleh para
penganut tasawuf disebut sudah menguasai ilmu hikmah, dan bagi para penghayat Kejawen
akan selalu dibimbing oleh Sang Guru Sejati.
Perihal
Sang Guru Sejati, ada dua pendapat. Satu pendapat meyakini Sang Guru Sejati itu
tiada lain adalah Gusti Allah yang bersemayam di dalam rahsa manusia. Sedangkan
bagi yang lain, Sang Guru Sejati itu hanyalah utusan atau pembawa pesan Gusti
Allah kepada rahsa manusia. Si pembawa pesan itu adalah malaikat atau ruh suci
yang ditugasi Gusti Allah untuk menyampaikan pesan, dan bukan Gusti Allah itu
sendiri. Sungguh hal-hal gaib seperti itu, sebaiknyalah kita kembalikan pada
firman-Nya dalam Surat Al Israa ayat 85, “Dan
mereka bertanya kepadamu tentang ruh. Katakanlah, ‘ruh itu urusan Rab-ku, dan
tidaklah kamu diberi ilmu melainkan hanya sedikit’.
Subhanallaah,
maasyaa Allaah.